Minggu, 07 Agustus 2011

Kemacetan di Jakarta

Kemacetan di Jakarta  merupakan satu hal yang biasa. Kendaraan  penduduk lokal, kendaraan para komuter dan kendaraan umum ditambah lagi dengan makin bertambahnya pengendara sepeda motor adalah aktor utama kemacetan tersebut.

Komuter adalah orang yang rutin pergi ke suatu tempat setiap hari. Komuter di Jakarta berasal dari kota-kota satelit di sekitarnya seperti Depok, Bogor, Tangerang, BSD dan Bekasi dan kota-kota yang lebih kecil di sekitarnya.



Bundaran Bank Indonesia, Monas

Namun, akhir-akhir ini kemacetan semakin menggila dan membuat stres banyak orang. Saya sendiri pun akhir-akhir ini merasakan hal yang sama.  Baru keluar dari rumah, macet sudah menghadang. Rumah saya ada di daerah Jakarta Barat, dan saya sedikit beruntung karena saya bukan orang yang rutin pergi bekerja, karena saya bekerja freelance.

Penyebab kemacetan

1. Jalan-jalan di Jakarta bertambah secara lambat, tidak signifikan dengan pertambahan kendaraan bermotor. Pertambahan jalan melambat, bisa dimengerti karena tanah merupakan komoditas langka di Jakarta. Setiap petak tanah kosong dimanfaatkan oleh orang. Sehingga apartemen dan perumahan yang menawarkan taman atau ruang hijau harganya mahal.

2. Penduduk Jakarta bertambah secara konstan setiap tahun. Pemda DKI memberikan perhatian khusus di terminal-terminal bis dan kereta api setiap pasca lebaran karena banyaknya pembantu atau pekerja sektor informal yang membawa serta kerabatnya untuk bekerja di Jakarta.

3. Namun, ada sektor lain yang turut menyumbang penambahan jumlah penduduk dan sering terlupakan. Yaitu mahasiswa baru dan sektor kerja perkantoran. Meski jumlah mereka tidak sebanyak pekerja informal, tetapi banyak mahasiswa daerah yang kemudian memilih bekerja di Jakarta daripada kembali ke daerahnya. Banyak karyawan yang setelah merasa settle dan nyaman di Jakarta tidak ingin kembali ke daerahnya. Alhasil, terjadi penumpukan jumlah penduduk dan kendaraan di Jakarta.

4. Tidak disiplinnya pengguna jalan di Jakarta. Menghindari macet dan banyaknya urusan membuat pengguna jalan semakin  sering melanggar peraturan lalu lintas. Saling serobot, menutupi dan menggunakan jalur orang membuat macet makin bertambah, bahkan di daerah-daerah yang seharusnya macet tidak perlu terjadi. Misalnya di perempatan lampu merah dan kereta api. Ditambah, jika lampu lalu lintas mati dan tidak ada polisi dan "pak ogah" di jalan untuk mengatur lalu lintas.

ALternatif Solusi Kemacetan

Pemda DKI dan beberapa ahli tata kota tentu berupaya memecahkan masalah kemacetan. Namun, jika tidak dilaksanakan secara komprehensif dan dengan penuh kesadaran, hal ini tidak bisa terlaksana sampai kapanpun. Masyarakat pun perlu dilibatkan, karena merekalah stakeholder kemacetan. Mereka menyumbang kemacetan dan pihak yang merasakan kemacetan.

1. Pembatasan kedatangan orang

Pemda DKI selalu melakukannya setiap tahun dengan razia di terminal bis dan stasiun kereta api setiap pasca lebaran. Bahkan beberapa tahun lalu pernah membuat peraturan pelarangan penduduk dari provinsi lain untuk memasuki wilayah DKI tanpa izin resmi.

Hal ini sulit dilakukan, pertama tidak sesuai dengan hak asasi manusia, "setiap orang berhak untuk tinggal dan bekerja di manapun." Kedua, laron selalu mengerumuni cahaya. Jakarta merupakan cahaya yang menyedot perhatian laron. Tidak peduli seberapa banyak laron yang berguguran setelah mendekati cahaya lampu. Tidak peduli seberapa banyak orang yang gagal di Jakarta, Jakarta tetap menjadi magnit mencari uang bagi banyak orang dari provinsi lain.

2. Pembatasan kendaraan

Hal inipun sulit dilaksanakan. Transportasi umum di Jakarta  apalagi di Indonesia belum bisa diandalkan. Tidak tepat waktu, suka ngetem hingga keamanan dan kenyamanan membuat orang enggan menggunakan kendaraan umum untuk bepergian. Macet membuat orang memilih motor yang lebih fleksibel menembus kemacetan Jakarta.

Usulan penggunaan kendaraan nomor ganjil dan genap pada hari-hari tertentu belum apa-apa sudah ditentang banyak orang. Yang akan diuntungkan adalah orang kaya, karena mereka punya kendaraan lebih dari satu dan pasti akan mampu mengusahakan nomor kendaraan genap dan ganjil. Sedangkan orang yang tidak mampu mengusahakan nomor kendaraan harus berjuang di transportasi umum.

Pembatasan kendaraan juga akan ditentang oleh perusahaan otomotif baik mobil dan motor. Tingkat penjualan mereka akan menurun dan ini akan berpengaruh pada jumlah karyawan mereka yang berjumlah ribuan orang. Pembatasan kendaraan akan menghasilkan 'efek domino' pada masalah sosial lainnya.

3. Busway

Busway direncanakan untuk menjadi transportasi umum di Jakarta yang cepat, aman dan nyaman. Sejumlah perturan dibuat, misalnya Busway mempunyai hak privilege (keistimewaan) boleh melaju di saat lampu merah. Hal  ini kemudian ditentang, karena jalan merupakan hak umum. Hak istimewa bagi Busway saat ini hanyalah mempunyai jalur sendiri.

Penutup

Sejak dulu, saya tidak setuju dengan ide pengadaan Busway. Alasan utamanya adalah karena Busway mengambil jalan yang ada untuk jalurnya sendiri. Dengan jalan yang tersedia saat itu saja, jalan-jalan yang dilalui sudah macet, apalagi jika diambil untuk jalur Busway. Akhirnya setelah beberapa tahun dijalankan, asumsi saya benar : Jalur Busway sering digunakan oleh pengguna jalan yang lain untuk menghindari macet di jalur jalan yang tersisa. Meski polisi dan pengawas dari pihak Busway menjaga jalur tersebut ditambah lagi dengan menggunakan sejumlah palang, suatu hari mereka akan menyerah pada pengguna jalan yang akan lebih 'berkuasa' dan 'galak' dibanding mereka.

Saya lebih setuju dengan ide monorel, karena monorel menciptakan jalan baru. Sayangnya, krisis moneter di tahun 1997 masih berdampak hingga saat ini.

Masalah kemacetan tidak akan tuntas sampai sepuluh tahun ke depan. Tetapi jangan putus haraan. Kita harus tetap mencari solusi demi Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar