Kamis, 24 November 2011

Perempuan menolak Perkosaan

Minggu sore, 18 September 2011 merupakan salah satu momen yang monumental bagi para wanita Indonesia, khususnya di Jakarta. Karena ada aksi perempuan menolak perkosaan. Aksi digelar di Bundaran Hotel Indonesia.

Sebagai seorang perempuan penggiat HAM dan Demokrasi saya pun turut aksi ini, meski tidak ikut memakai rok mini. Karena saya tidak terlalu suka pakai rok, apalagi kemana-mana harus naik motor. Kedua, sejak tubuh melebar, saya belum sempat beli rok baru lagi :D


Saya ikutan aksi, ini sih pas bubaran

Press Release Aksi
Perempuan aksi menolak perkosaan

Kekerasan terhadap perempuan yang sepanjang 2011 mewujud kasus-kasus perkosaan dan pelecehan seksual justru marak di kota besar termasuk Jakarta, maupun di tempat lain masih terjadi secara luas di kalangan masyarakat Indonesia. Komnas Perempuan mencatat, di seluruh Indonesia tahun 2011 telah dilaporkan 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 3.753 adalah kasus perkosaan. Data Kepolisian Daerah Metro Jaya sampai dengan awal September 2011 menerima 41 kasus laporan perkosaan, sedangkan pada tahun 2010 dilaporkan 40 kasus. Dalam dua bulan terakhir di ibukota telah mencuat tiga kasus perkosaan di dalam angkutan umum.

Lebih parah lagi tanggapan para pejabat publik, seperti Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Fauzi Bowo yang justru menyalahkan korban perkosaan melalui cara tampilan pakaian korban. Selain itu, Kapolda DKI Jaya juga menghembuskan kecurigaan kepada korban dengan menyebarkan pesan pendek (SMS) sebelum terjadinya perkosaan . Pihak-pihak yang seharusnya justru bertanggung jawab terhadap penatakelolaan penyelenggaraan hidup bermasyarakat di ibukota tersebut, alih-alih menampilkan kemampuannya memimpin, malah menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat. Menyalahkan cara berpakaian perempuan korban perkosaan adalah sikap sembarangan yang sangat bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang telah diimplementasikan dalam UU no.7 tahun 1984 dan UU no.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Perkosaan adalah penyerangan seksual terhadap warga masyarakat, dalam hal ini perempuan. Perkosaan TIDAK PERNAH diinginkan oleh perempuan manapun tanpa peduli latar belakang sosial-ekonomi. Korban perusahan memerlukan pertolongan dan perawatan fisik, sosial secara utuh dari seluruh masyarakat. Ketidak mampuan pejabat publik yang muncul tersebut sama sekali tidak memberikan yang dibutuhkan perempuan korban perkosaan, dan justru makin menistakan korban dengan menimpakan kesalahan kepadanya.

Untuk itu, Aksi Perempuan Menolak Perkosaan menyatakan:
1. Mengecam kesembronoan pernyataan pejabat publik yang menyalahkan cara berpakaian korban perkosaan dan mencurigai adanya andil perempuan korban perkosaan dalam serangan perkosaan. Yang jelas harus diusut dan diungkapkan kejahatannya adalah pelaku perkosaan mencakup identitas, modus dan sistematika tindak perkosaan itu.


2. Menuntut aparat penegak hukum untuk lebih mampu serius dan tangkas menangani pemerkaraan hukum semua kasus perkosaan, termasuk mempelajari akar permasalahan secara utuh sesuai dengan amanat undang-undang dan tujuan regulasi mencapai keadilan hukum.

3. Menuntut pemerintah daerah untuk menjamin keamanan angkutan umum dan ruang publik bagi warga masyarakat dan memperbaiki penata kelolaan sistem transportasi untuk penyelenggaraan hidup bermasyarakat di ibukota.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat.

Kelompok Perempuan Menolak Perkosaan











Tidak ada komentar:

Posting Komentar