Sabtu, 29 Desember 2012

Tekanan harusnya membuat kita justru makin maju

"Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh" (John Gray)

Tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. Ada empat tipe manusia yang dapat menggambarkan kepribadiannya, terlihat melalui sikapnya dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut.
1. Tipe kayu rapuh
2. Tipe lempeng besi.
3. Tipe kapas.
4. Tipe bola pingpong.


Saya di dalam halaman kastil Schlaining, Austria. Saya berada di sini untuk mengikuti training kepemiluan, beasiswa dari pemerintah Austria,  27 Oktober - 23 November 2012.  

1. Tipe pertama, tipe kayu rapuh. 
Sedikit tekanan saja membuat manusia ini patah arang. Orang seperti ini dalam kesehariannya terlihat bagus. Tapi sebenarnya di dalam hatinya ia sangat rapuh. Orang ini gampang sekali mengeluh pada saat kesulitan terjadi.

Sedikit kesulitan menjumpainya, orang ini langsung mengeluh, merasa tidak berdaya, menangis, minta dikasihani atau minta bantuan. Orang ini perlu berlatih untuk berpikir positif dan berani menghadapi kenyataan hidup.

Majalah Time pernah menyajikan topik "Generasi Kepompong" (cacoon generation). Time mengambil contoh di Jepang, di mana banyak orang menjadi sangat lembek karena tidak terbiasa menghadapi kesulitan. Menghadapi orang seperti ini, kadang kita harus lebih berani untuk tega. Sesekali mereka perlu belajar dan dilatih untuk menghadapi kesulitan. Posisikan diri kita sebagai pendamping mereka.


2. Tipe kedua, tipe lempeng besi.
Orang tipe ini biasanya mampu bertahan dalam tekanan pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi yang menekan itu semakin besar dan kompleks, ia mulai bengkok dan tidak stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini. Mereka mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi yang berlarut-larut.

Tambahan tekanan sedikit saja membuat mereka menyerah dan putus asa. Untungnya orang tipe ini masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Tipe lempeng besi memang masih belum terlatih. Tapi, kalau mau berusaha, orang ini akan mampu membangun kesuksesan dalam hidupnya.


3. Tipe ketiga, tipe kapas.
Tipe ini cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan tiba orang seperti ini mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan mengikuti tekanan yang terjadi. Ia mampu menyesuaikan diri saat terjadi tekanan. Tapi, setelah berlalu, dengan cepat ia bisa kembali pada keadaannya yang semula. Ia bisa segera melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk memulai lagi.


4. Tipe keempat, tipe manusia bola pingpong.
Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Jangan sekali-kali menyuguhkan tekanan pada orang-orang ini karena tekanan justru akan membuat mereka bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba perhatikan bola pingpong. Saat ditekan justru ia memantul ke atas dengan lebih dahsyat.

Saya teringat kisah hidup motivator dunia Anthony Robbins dalam salah satu biografinya. Untuk memotivasi dirinya, ia sengaja membeli sebuah bangunan mewah sementara uangnya tidak memadai. Akan tetapi justru tekanan keuangan inilah yang membuat dirinya semakin kreatif dan tertantang mencapai tingkat finansial yang diharapkannya.


Tekanan membawa hikmah. Ada seorang kepala regional sales yang performance-nya bagus sekali. Tetapi, hasil yang telah dicapainya ini membuat atasannya tidak suka. Akibatnya, justru dengan sengaja atasannya memindahkan sang kepala regional sales ke daerah yang lebih parah kondisinya. Tetapi bukannya mengeluh seperti rekan sebelumnya di daerah tersebut, ia malah berusaha membangun netwok, mengubah cara kerja, dan membereskan organisasi. Di tahun kedua di daerah tersebut justru areanya berhasil masuk dalam daerah tiga top sales.

Contoh lain adalah novelis dunia Fyodor Mikhailovich Dostoevsky. Pada musim dingin ia meringkuk di dalam penjara dengan deraan angin dingin, lantai penuh kotoran dengan tebal seinci, dan kerja paksa setiap hari. Ia mirip ikan herring dalam kaleng. Namun Siberia yang beku tidak berhasil membungkam kreativitasnya. Dari sanalah ia melahirkan karya tulis terbesarnya, seperti "The Double" dan "Notes of The Dead". Ia menjadi sastrawan dunia.

Hal ini juga dialami Ho Chi Minh. Orang Vietnam yang biasa dipanggil Paman Ho ini harus meringkuk dalam penjara. Akan tetapi penjara tidak membuat dirinya patah arang. Ia berjuang dengan puisi-puisi yang ia tulis. "A Comrade Paper Blanket" menjadi buah karya kondangnya.


Orang-orang ini hanyalah sebagian kecil dari manusia yang berhasil mengatasi tekanan dalam hidupnya. Yang penting sekarang adalah Anda. Ketika Anda menghadapi kesulitan, seperti apakah diri Anda? Bagaimana reaksi Anda? Tidak menjadi persoalan di mana Anda saat ini. Tetapi yang penting bergeraklah dari level tipe kayu rapuh ke tipe selanjutnya. Hingga akhirnya bangun mental Anda hingga ke level bola pingpong. Saat itulah kesulitan dan tantangan tidak lagi menjadi suatu yang mencemaskan untuk Anda.

Sumber: Anthony Dio Martin, pakar NLP

Catatan pribadi saya: Mengamati jalan hidup saya, saya adalah tipe keempat yaitu tipe bola pingpong. Saat ditekan atau mendapat tekanan, maka justru saya memantul ke atas lebih dahsyat. Jadi saya berterima kasih kepada mereka-mereka yang sudah memberikan tekanan dan masalah kepada saya. Tanpa kalian, saya tidak akan menjadi seperti yang sekarang. 

Kamis, 13 Desember 2012

Kunjungan ke Austria


Bulan Oktober - November 2012 lalu saya  ke Austria untuk mengikuti training kepemiluan. Trainingnya sih cuma sebulan, tapi persiapan harus tetap jadi perhatian, terutama winterwear alias baju untuk musim dingin. 

Di Vienna International Airport, 28 Oktober 2012

Austria sih belum masuk musim dingin saat itu, baru musim gugur, tapi pas cek-cek di http://www.tourmycountry.com/austria/vienna-in-november.htm suhunya sekitar 4-8 derajat. Wowww, dan Jakarta saat itu bertemperatur 35 derajat. Uhuyyyy.

Longjohn atau baju hanoman adalah baju wajib beli, karena ini adalah pakaian dalaman. Di luarnya kita bisa melapisi dengan T-Shirt, sweater dan jaket. Saya beli dua potong saja. Toh bisa gantian. Harganya Rp 100ribu untuk yang buatan China, Rp 200ribu untuk yang buatan Korea. 

Yang buatan China terbuat dari Lycra, sedangkan yang buatan Korea terbuat dari katun. Oh ya, saya beli di ITC Mangga Dua, toko yang khusus menjual winterwear. Kalau di Laxmi Winterwear harganya mulai Rp 300rb hingga Rp 800.000, soalnya buatan USA. Saya beli yang buatan China. 

Nah, setelah itu lanjut ke jaket winter. Jaket winter dibuat khusus karena dilapisi oleh semacam busa yang membuat tubuh menjadi hangat. Harganya bikin saya sport jantung, karena dana saya pas-pasan, he he he. Jaket dari bahan parasut mulai Rp 450ribu sampai Rp 1,5 juta tergantung kualitas bahan. Kalau dari  wol mulai Rp 900 ribu. Cantik-cantik memang, seperti di majalah. Keren deh.

Tapi yah sudahlah, karena memang harus beli, yah dibelilah. Insya allah akan ada rejeki lain. Lagipula, saya tetap beruntung, karena saya mendapat beasiswa untuk mengikuti training demikian pula dengan tiket pulang pergi Jakarta - Vienna. Alhamdulillah. Sungguh tidak menyangka saya mendapat kesempatan ke Austria.

Tanggal 29 Juni 2012, saya menulis di sebuah blog milik saya yang lain, "jika ada kesempatan, saya tidak mau sekedar ke Jerman. Saya mau keliling Eropa". Ternyata beberapa bulan, keinginan tersebut terwujud, subhanallah. Meski saat ini baru berkeliling ke beberapa tempat di Austria, belum keliling Eropa. Next time, another chance.....


Rabu, 03 Oktober 2012

Cita-citaku Setinggi Tanah

Baca judul di atas, aneh banget ya. Karena pada umumnya orang selalu berpendapat gantunglah cita-citamu setinggi bintang di langit atau singkatnya cita-citaku setinggi langit.

Saya juga termasuk orang yang salah ketika menuliskan judul film ini dan menyebarkannya dalam akun Facebook saya. Begitu baca-baca ulang dan nonton filmnya, lho, kok yang benar ternyata "Cita-citaku Setinggi Tanah".

Kenapa setinggi tanah? Ya, karena cita-cita tidka boleh hanya sekedar diangankan, tetapi juga harus dijalankan hingga terwujud. Itulah moral story dari film ini. 

Oh, judul film ya? Ya, ini adalah film anak-anak besutan Eugene Panji. Bagus banget ceritanya, memberikan inspirasi kepada anak-anak dan orang tua. Alam Muntilan yang cantik menambahkan wawasan baru kepada anak-anak dan lagu "Kampuang nan jauh dimato" memberikan paduan unik tentang wawasan kebangsaan Indonesia. Dijamin, air mata haru akan menetes seperti saya ketika menonton premiere film ini. 



Ini sinopsis cerita film ini:
Agus berasal dari keluarga sederhana di Muntilan, Jawa Tengah. Ayahnya bekerja di pabrik tahu, ibunya seorang ibu rumah tangga yang sangat mahir membuat tahu bacem. Agus gelisah setelah ditugaskan oleh ibu guru untuk membuat karangan tentang cita-cita.
Teman-teman Agus memiliki cita-cita setinggi langit. Sri ingin menjadi artis terkenal karena dorongan ibunya. Ia selalu ingin dipanggil dengan nama Mey. Menurutnya, nama ‘Sri’ tidak menjual. Jono bercita-cita jadi tentara. Dalam kesehariannya, ia bertingkah selayaknya pemimpin di hadapan teman-temannya. Jono selalu ingin jadi ketua kelas. Puji bercita-cita ingin membahagiakan orang lain. Ia membantu semua orang yang terlihat membutuhkan bantuan. Di balik semua aksinya itu, ternyata ia hanya mengharapkan sanjungan dan ucapan terima kasih dari orang yang dibantunya. Ia haus pujian.
Agus yang tiap hari makan tahu bacem buatan ibunya lalu bercita-cita ingin makan di restoran Padang, setelah mendapat tugas mengantar ayam ke rumah makan Padang. Ia jadi bahan tertawaan teman-temannya. Ia juga sadar bahwa untuk mewujudkan cita-cita sederhananya itu ia butuh uang. Masalah ini harus dipecahkannya.
Film ini akan tayang di bioskop XXI mulai tanggal 11 Oktober 2012 ini. Bapak ibu, kakak, om, tante yang peduli dengan pendidikan anak bangsa kayaknya wajib banget datang ke acara ini. Apalagi hasil penjualan dari film ini akan disumbangkan ke anak-anak penderita kanker melalui Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). 
Untuk YKAKI, akan saya tulis dalam postingan berikutnya. 

Kamis, 16 Agustus 2012

Songkok Recca dari Bone

Songkok Recca’ terbuat dari serat pelepah daun lontar dengan cara dipukul-pukul (dalam bahasa Bugis : direcca-recca) pelepah daun lontar tersebut hingga yang tersisa hanya seratnya. Serat ini biasanya berwarna putih, akan tetapi setelah dua atau tiga jam kemudian warnanya berubah menjadi kecoklat-coklatan. Untuk mengubah menjadi hitam maka serat tersebut direndam dalam lumpur selama beberapa hari.

Jadi serat yang berwarna hitam itu bukanlah karena sengaja diberi pewarna sehingga menjadi hitam. Serat tersebut ada yang halus ada yang kasar, sehingga untuk membuat songkok recca’ yang halus maka serat haluslah yang diambil dan sebaliknya serat yang kasar menghasilkan hasil yang agak kasar pula tergantung pesanan. Untuk menganyam serat menjadi songkok menggunakan acuan yang disebut Assareng yang terbuat dari kayu nangka kemudian dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai songkok. Acuan atau assareng itulah yang digunakan untuk mera
ngkai serat hingga menjadi songkok. Ukuran Assareng tergantung dari besar kecilnya songkok yang akan dibuat.







Sejak kapan munculnya Songkok Recca’ (Songkok To Bone)?

Songkok recca’ (songkok to Bone) menurut sejarah, muncul dimasa terjadinya perang antara Bone dengan Tator tahun 1683. Pasukan Bone pada waktu itu menggunakan songkok recca’ sebagai tanda untuk membedakan dengan pasukan Tator.

Pada zaman pemerintahan Andi Mappanyukki (raja Bone ke-31), songkok recca dibuat dengan pinggiran emas (pamiring pulaweng) yang menunjukkan strata sipemakainya. Akan tetapi lambat laun hingga sekarang ini siapapun berhak memakainya. Bahkan beberapa kabupaten di Sulawesi memproduksinya sehingga dapat dikatakan, bahwa songkok recca yang biasa juga disebut sebagai Songkok To Bone yang merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa orang Bone tersebut mendapat apresiasi baik dari masyarakat Sulawesi maupun Indonesia pada umumnya.

Di Kabupaten Bone Songkok Recca/Songkok To Bone diproduksi di Desa Paccing Kecamatan Awangpone. Di daerah tersebut terdapat terdapat komunitas masyarakat secara turun temurun menafkahi keluarganya dari hasil prosese mengayam pelepah daun lontar ini yang disibut Songkok Recca atau Songkok To Bone.

Selasa, 12 Juni 2012

Olah raga bikin capek? No way!!

Banyak lho manfaat berolahraga . . . Misalnya nih ya, kalau kita bekerja, kita biasanya capek kan, baik secara fisik maupun mental. Apalagi kalau bos, teman kerja atau customer complain terus dengan kerjaan kita. Makin dobel-dobel deh stresnya. Ditambah lagi dengan rasa lapar dan sirkulasi darah yang buruk, karena biasanya kalau kerja kita mengerjakan beberapa gerakan yang itu-itu saja. Nah, olahraga justru akan memberikan energi, bukan sebaliknya! Jadi semangat lagi deh kerjanya. 
Bahkan, jika olah raga tersebut hanya berjalan kaki saja, itu dapat melepaskan stres dan kegelisahan. Jadi kalau stres atau sedang gelisah dan galau, lebih baik berjalan kaki, daripada minum obat penenang. Pantas saja ya, kita sering melihat orang mondar mandir ketika gelisah. Hal itu sebenarnya merupakan refleksi tanpa sadar untuk menghilangkan kegelisahan.
Kita sudah tahu ya, bahwa ada beberapa penyakit kronis semacam jantung, sebenarnya berawal dari stres dan gelisah. Nah, jika stres dan gelisah hilang, maka pemicu dan penyumbang penyakit tersebut akan berkurang.  
Bahkan gak cuma calon penyakit jantung saja yang bakal hilang, tapi juga penyakit lain seperti diabetes, osteoporosis dan sejumlah kanker tertentu termasuk kanker payudara dan kanker usus. That's great, isn't it?



Nutrishake, minuman bernutrisi yang dapat mengontrol berat badan jika digunakan sesuai The Roadmap dan mampu memuaskan rasa lapar.



Olahraga bisa membantu menurunkan berat badan dan menjaga berat badan. Kok, bisa ya? Ya, karena ketika berolah raga membakar lebih banyak energi daripada energi yang kita konsumsi. Berjalan kaki selama 30 menit per hari dapat membantu tubuh kita mempercepat metabolisme tubuh.
Selain olah raga, kita juga perlu memperhatikan asupan makanan. Minum Nutrishake sebagai tambahan nutrisi merupakan hal yang tepat karena kandungan nutrisi dalam Nutrishake memenuhi tujuan menurunkan berat badan dan menjaga berat badan. 
Minumlah Nutrishake sebelum berolahraga. Karena akan membuat anda berolahraga dengan nyaman, tanpa merasa terlalu kenyang atau merasa lapar.     


Catatan :
Ingin punya bisnis sendiri? Ingin punya penghasilan tambahan? Yang satu ini bisa dikerjakan dari rumah atau dari mana pun saja!Waktu habis untuk ngantor? meeting? Capek di jalan? Tidak punya modal? Bersama Oriflame di d’BC Network, Anda bisa mulai membangun bisnis dengan segala keterbatasan diatas!

Sabtu, 02 Juni 2012

Forum on Democracy and Election Monitoring: Pemantau pemilu lokal versus pemantau pemilu inter...

Forum on Democracy and Election Monitoring: Pemantau pemilu lokal versus pemantau pemilu inter...: Dalam memantau pemilu kita sering mendengar pemantau pemilu dan pemantau pemilu internasional. Apa bedanya? Pemantau pemilu internasional s...

Minggu, 27 Mei 2012

Orang Jawa memang sudah ditakdirkan memerintah Indonesia

Kalau peta perpolitikan Indonesia dikuasai oleh orang Jawa, ya wajar-wajar saja. Penduduk Jawa-Madura jumlahnya 50% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan pembagian daerah pemilihan dalam pemilu dibentuk berdasarkan jumlah penduduk.

Kita bisa lihat hal tersebut dalam Lampiran UU no.8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD yang baru diterbitkan bulan Mei 2012 lalu. Dalam pemilu 2014 nanti, Sumatera akan diwakili oleh 120 orang anggota DPR, Jawa 306, Bali, NTB dan NTT, 32, Kalimantan 35, Sulawesi 47, Maluku dan Papua 20.
Hal ini sudah berlangsung sejak lama, karena populasi di pulau Jawa dan Madura memang padat sejak dulu kala. Sehingga muncul kebijakan bahwa setiap provinsi di Indonesia, meskipun populasinya kecil dan tidak mencukupi bilangan pembagi untuk daerah pemilihan akan diwakili 3 orang. Karena sistem pemilu Indonesia adalah sistem keterwakilan proporsional. Bisa dilihat dalam pasal 22 ayat (2) UU no. 8/2012.
Solusinya buat daerah: Perbanyaklah jumlah penduduk di daerah Anda masing-masing (jika yang membaca artikel ini adalah orang di provinsi non pulau Jawa-Madura, ya).
1. Dengan memperbanyak jumlah kelahiran (ooopss, jumlah penduduk Indonesia akan ‘meledak’ dong) dan mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi.
2. Dengan memindahkan sebagian orang yang berada di pulau Jawa ke daerah atau provinsi non pulau Jawa.
Panggil putra daerah yang sudah sekolah dan punya pengalaman bekerja di pulau Jawa atau bahkan luar negeri untuk membangun daerah.
Undang orang-orang non putra daerah yang selama ini tinggal di pulau Jawa. Mengundang orang tentu mesti ada ‘jamuannya’ kan. Galilah potensi wilayah provinsi masing-masing. Itulah ‘perjamuan’ dan ‘jualan’ daerah Anda.
Indonesia tidak cuma Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogja, Medan, Makasar. Apa yang sudah dilakukan mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad bagus sekali. Beliau men-SWOT daerah Gorontalo dan menemukan kekuatan Gorontalo adalah jagung. Karena itu kebijakan beliau adalah membangu industri jagung dari hulu ke hilir. Selepas beliau menjadi gubernur, saya belum sempat mengecek kelangsungan industri jagung ini.
Jerman sebagai negara maju, juga tidak menumpukan kekuatan ekonominya pada kota-kota yang selama ini dikenal di Indonesia. Berlin jelas sebagai ibukota negara memiliki daya tarik sendiri menarik urbanisasi. Tapi kota lain juga punya daya tarik dan magnet tersendiri.
Frankfurt adalah kota industri keuangan. Semua lembaga keuangan ternama di dunia dipastikan memiliki kantor perwakilan utama di kota ini.  Siapa yang menyangka bahwa Hamburg selain terkenal sebagai salah satu kota pelabuhan terbesar di dunia, juga dikenal sebagai ‚Sillicon of Valley‘-nya Jerman. Karena itulah pak Habibie, mantan presiden Indonesia bertempat tinggal di Hamburg, karena dekat dengan komunitasnya sebagai ilmuwan peneliti teknologi.
Siapa yang tidak kenal dengan Siemens? Pabrik-pabrik Siemens berada di kota kecil yang tidak terdengar oleh publik Indonesia. Dengan juga dengan pabrik-pabrik mobil semacam Opel dan BMW. Braunschweig adalah kota industri penerbangan. Urbanisasi tetap ada di Jerman, tetapi bisa ditekan. Toh, bekerja di kota kecil sama saja. Tentu saja dibarengi dengan fasilitas yang cukup sehingga gak beda-beda jauh dengan fasilitas di kota.
Saya di salah satu jalan desa di provinsi Phatthalung, Thailand Selatan, sehabis mewawancara seorang kandidat di wilayah ini.


Thailand memiliki infra struktur yang cukup bagus. Ketika tahun 2011 saya memantau pemilu parlemen di sana, saya menyusuri kota-kota dan desa-desa di 4 provinsi di Thailand Selatan (Trang, Songkhla, Pattalung dan Satun) untuk mewawancarai berbagai stakeholder kepemiluan dan menghadiri kampanye. Jalanan mulus dan lebar yang bisa dilalui mobil membentang masuk ke desa-desa, memudahkan rakyat menjual hasil panen perkebunan mereka. Hiburan sekali-sekali ke kota dan menjadi tidak jauh. Listrik, komputer, laptop dan internet bukan barang aneh bagi penduduk di sana.   
3. Ini usulan yang paling ekstrim. Kawinilah orang pulau Jawa, lalu bawa dia ke daerah Anda. Jangan sebaliknya ya, Anda justru pindah ke pulau Jawa, menuh-menuhin pulau Jawa yang sudah sesak, he he he.  

Penulis adalah : Kepala Departemen Hubungan Luar Negeri KIPP Indonesia (Komite Independen Pemantau Pemilu. Pemantau pemilu Internasional di beberapa negara di Asia.
Tulisan ini dimuat juga di Kompasiana.

Minggu, 20 Mei 2012

Voter registration list

Before entering polling sites, the Thai voters show the ID card to the polling site officers. The officers will check it, and take a note in the voter registration list. Here people can use their current ID card or expired or other document that issued by the Thai Government with picture and the ID number.


Voter registration list displayed in the front of head of village's house in Satun Province, South Thailand, June 2011 


Thailand does not have big problem with voter registration list because the population data is well organized and computerized thank to the system of 13 digit numbers on ID card. This number is used for identification in all documents. Some people may change their name, due to some reasons. And it is allowed by the custom and the law. However they can not change the 13 digit numbers.

The voter registration list both for advance voting and general election is displayed in the front of government building offices from province until pooyaiban (head of village) office or house a couple days before election day. People can check their names and the location of polling sites easily. And if there is a complaint such as the name is not on the list, they can go to the next sub district office to register themselves.

In Indonesia, voter registration list both temporary (DPS) and permanently (DPT) is a big problem and one of the election fraud. The accuracy of voter registration list is doubtful. KIPP Indonesia finds the number of voter is marked up improperly almost in every part in Indonesia. Many voters complained that their names were not on the list. On the other hand and it’s not secret that some names belong to the dead persons, children, teenagers, non residence, even fictitious names were on the list!

The main aim of voter registration list is actually for logistic needs such as to provide enough ballot papers. With the mark up of voter registration list, some allegedly frauds occur: the misuse of the ballot paper rest and increasing of election cost.

According to the rule, the rest of ballot papers should be put in special envelope. But if the rest of ballot paper because of the fictitious voters, which party will take the advantage? The cost of election will be increased, because for every name on the list, the Indonesian government will provide Rp 200.000,- (= USD 25) for the logistic need. How much money will be corrupted and to where does the money go?    

In legislative election 2009 and also in the other previous election, many people in Indonesia had problems to cast a vote, because their names were not on the current registration list both temporary and permanent. The effect was that they were not sent the invitation to vote. It was weird, because their names were on the list in the last election. The KPPS denied them, because they could not show the invitation before entering the polling sites. The denial was correct according to the regulation, however, millions of voters lose their political rights because of the invalid voter registration list. And after long and sharp discussions, finally KPU issued a policy that any voters in that area could cast a vote just to show their ID card, even though without the invitation.

Although the voter registration list in Thailand is already well organized, the problem still occurred, like some voters complained that their names are still on the registration list. They wanted to remove their names from advance voting registration list. They want to change, but they don’t know how to do that. ECT has already given the explanation through many brochures, for people who want to change their registration. However, many people especially in the village don’t want to read the explanation.
Note :
  1. The author is International Election Observer in some countries in Asia, incl. Thailand Parliamentary Election, 3rd July 2011. In Indonesia, she is the Head of Foreign Affairs Department, member of KIPP Indonesia since 1998.
  2. This article is published in The Global Review, too.

Sabtu, 19 Mei 2012

Advance Voting

Many people have something to do and can’t come on election’s day. For example, the police and army have to work on election’s day as security officers. Teachers and some local people should serve as polling officers. Some businessmen have appointments somewhere out of the province and university students study out of the hometown. Thailand gives a chance for its people to vote in advance. The policy to handling the cases as mentioned above namely advance voting. The advance voting was held on 26th June 2011.

Advance Voting in the front of Pattalung Government office, close to the closing time. The brown car is a transportation for ballot papers and other election results from the district office into the Election Commission of Province, that locates here.

There are 2 kinds of voters who are eligible to vote in Advance Voting. First, people who come from outside of the province, but work in the province. They can vote in the current locations. They are called as non residence voters. Second, people who live and work in the province, but they should leave the province at that day, because of their own schedule. They are called residence voters.
Both of them should register in the sub district office or office districts on 13th-17th June. After the registration, they can check their name and get the invitation that mentions the date and location of the polling sites. The polling sites for non residence usually are only 1 or 2 in each province. But the polling sites for inside residence are available in each district. 
The number of voters in Advance Voting is not big, but the ECT still prepared in good manner. The preparation and the implementation were almost the same like the election’s day. Only the number of voters was small.
However, in some locations occurred some problems. Many people stuck in the queue because many voters came in the same time in the morning. The invitation did not mention the exact time, when they should or could come to the polling sites. The southern provinces people are mostly farmers and fishers. They want to vote as soon as possible and then they continue our business again, like collecting rubber or opening the shops, etc. Some voters confused with the location between non residence PS and residence PS. The other voters complained that actually they wanted to vote in general election on 3rd July, not in advance election and in their own region. Because many of them were registered in advance voting in the last referendum.
Indonesia does not have advance voting.


Note :
  1. The author is International Election Observer in some countries in Asia, incl. Thailand Parliamentary Election, July 2011. In Indonesia, she is the Head of Foreign Affairs Department, member of KIPP Indonesia since 1998.
  2. This article is published in The Global Review, too.

Jumat, 18 Mei 2012

Lessons learnt from Thailand’s election - Introduction

Thailand parliamentary election was held on 3rd July 2011 and was won by Phue Thai Party. The situation on E-Day and post election in Thailand was relative quite and calm. It was good, because it was not like people predicted before. Except in some provinces like 3 Deep South provinces namely Yala, Narathiwat and Pattani.


Posing after the press conference, Bangkok 5th July, 2011
I was wearing the red shirt.


As a NGO that works on election monitoring in Indonesia,  KIPP Indonesia, short of Komite Independen Pemantau Pemilu or Independent Committee for Election Monitoring, also took a part in that observation mission both as LTO and STO.  LTO or Long Term Observer worked for 40 days and STO or Short Term Observer worked for 12 days.
The mission was organized by ANFREL (Asia Network for Free Election). ANFREL deployed 48 international observers and some election experts from countries across Asia.
There are many interesting issues for comparison the election in Thailand and Indonesia. This article doesn’t always reflect the situation in Thailand nationwide, because the limited time and places I observed. I served as LTO and deployed in 4 provinces of southern Thailand, namely Songkhla, Phatthalung, Satun dan Trang.

Note :
The author is International Election Observer in some countries in Asia, incl. Thailand Parliamentary Election, July 2011. In Indonesia, I am Head of Foreign Affairs Department, member of KIPP Indonesia since 1998.  
This article was also published in The Global Review.

Minggu, 13 Mei 2012

Pelaporan hasil pemilu

Thailand menggunakan cara manual dalam pelaporan hasil pemilu, tetapi hasilnya cepat dan efektif. Setelah penghitungan di TPS selesai, anggota PPS melaporkan hasil via Handy Talkie ke kantor ECT distrik, setelah itu BAP dikumpulkan dan dikirim berbarengan dengan kotak suara dan peralatan pemilu lainnya. Kantor ECT distrik melaporkan hasil TPS-TPS ke kantor ECT konstituensi. ECT konstituensi melaporkan ke ECT Provinsi.


Hasil penghitungan suara Advance Voting, 26 Juni 2011, di ECT Pattalung.

Pelaporan dengan handy talkie adalah cara informal, tetapi mereka juga menggunakan cara formal dan resmi yaitu hasil tertulis dalam BAP. Handy talkie digunakan dengan cermat, terutama untuk TPS yang berada  di pulau-pulau.

Dalam penjumlahan hasil pemilu, mereka menggunakan program Excel. Hasil yang didapat lengkap dan cepat sekali, mulai dari jumlah pemilih (wanita dan pria), turn out, suara valid dan invalid hingga pemilih vote NO dan persentase masing-masing kategori.

Saya mendapatkan hasil dari ECT provinsi Songkhla pada petang hari sehari setelah pemilu yaitu tanggal 4 Juli. ECT provinsi Trang menyelesaikan penghitungan tengah malam yaitu pagi tanggal 5 Juli. ECT Nasional melaporkan hasil final 2-3 hari setelah pemilu.

Ini sungguh hasil yang luar biasa dibandingkan dengan Indonesia di tahun 2004 dan 2009. Di kedua periode tersebut, Indonesia menggunakan server dengan biaya mahal tetapi perlu waktu lebih dari satu bulan untuk mendapatkan hasil final pemilu. Ricuh pula.


Catatan :
1. Penulis adalah Pemantau Pemilu Internasional dalam Pemilu Parlemen Thailand, 3 Juni 2011.
2. Tulisan ini juga dimuat di The Global Review.
3. Jika ingin bekerja di rumah, silahkan klik di sini.

Vote NO

Golput ternyata ada juga di Thailand dan difasilitasi oleh UU Pemilu. Yaitu dengan menyediakan satu kolom dalam surat suara yang dikenal dengan istilah “Vote NO”. Kolom tersebut ada di bagian kanan bawah. Rakyat diberi kesempatan untuk tidak memilih satupun partai dan kandidat yang ada.


Kandidat Phue Fa Din di kantor kampanye mereka. 



Kampanye Vote NO diusung oleh partai Phue Pha Din, partai nomor 18. Mereka mempromosikan Vote NO, karena mereka kecewa dengan kepemimpinan Abhisit terutama dalam penyelesaian sengketa perbatasan Kamboja-Thailand. Untuk memenuhi tujuan tersebut, mereka menggunakan opsi “Vote NO” di dalam surat suara. Dalam kampanye, mereka meyakinkan pengikutnya bahwa semua politisi korup dan tak seorang kandidatpun pantas dipilih. Rekomendasi mereka adalah menunjuk  sebuah pemerintahan caretaker untuk memerintah selama beberapa tahun sementara sistem dibersihkan dari sifat rakus dan korupsi para politisi.

Hal ini merupakan sesuatu yang bertolak belakang. Di satu sisi, partai seharusnya mengajak pengikutnya untuk memilih partai tersebut, di sisi yang lain, partai ini justru mengajak pengikutnya untuk tidak memilih. Dua kandidat partai ini yang saya temui menjelaskan, bahwa mereka tidak bisa mengkampanyekan Vote NO, jika mereka tidak bergabung dalam partai. 

Penghitungan terakhir, jumlah pemilih Vote NO ternyata cukup banyak meski secara persentase jumlah mereka cukup kecil dibanding turn out pemilih. Artinya, masih banyak orang Thailand yang percaya dengan pemilu.

Golput di masa Soeharto merupakan kelompok yang dilarang, bahkan penganjurnya dikenakan tuduhan makar. Partisipasi dalam pemilu merupakan suatu hal yang wajib dan pemerintah RI hanya memberikan pilihan 2 partai dan satu golongan. Baru sejak 1999, partisipasi dalam pemilu menjadi hak warga negara, bukan lagi kewajiban. Golput di Indonesia saat ini bercampur antara kelompok yang menolak pemilu, kelompok yang acuh dengan pemilu atau kelompok yang bingung memilih.

Catatan :
1. Penulis adalah Pemantau Pemilu Internasional dalam Pemilu Parlemen Thailand, 3 Juni 2011.
2. Tulisan ini juga dimuat di The Global Review.
3. Jika ingin bekerja di rumah, silahkan klik di sini.

Minggu, 29 April 2012

Daftar Pemilih di Thailand

Sebelum masuk TPS, pemilih Thailand cukup menunjukkan KTP, baik yang masih berlaku maupun yang sudah kadaluwarsa, atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh pemerintah. Petugas PPS akan mengecek dan mencatat di daftar pemilih yang ada.

Daftar pemilih tidak menjadi masalah di Thailand, karena sistem kependudukan Thailand telah terkomputerisasi berkat 13 angka digit dalam KTP setiap penduduknya. Angka ini juga digunakan di semua dokumen, seperti SIM dan paspor.


Daftar Pemilih di depan District Office, Hat Yai, Electoral Zone 2, provinsi Songkhla

Daftar pemilih, baik untuk advance voting maupun general election digantung di depan kantor pemerintahan mulai dari kantor gubernur, hingga aula desa beberapa hari sebelum hari pemilihan. Dengan demikian orang bisa mengecek nama mereka dengan mudah. Dan jika ada keluhan semisal nama mereka tidak tercantum, maka mereka bisa pergi ke kantor sub district atau district terdekat dan minta dicatatkan.  

Daftar pemilih baik daftar pemilih sementara (DPS) maupun daftar pemilih tetap (DPT) di Indonesia merupakan masalah besar. Keakuratan DPS dan DPT diragukan, karena KIPP Indonesia selalu menemukan adanya penggelembungan jumlah DPT merata di semua wilayah di Indonesia. Banyak pemilih mengeluh bahwa nama mereka tidak tercantum dalam DPS dan DPT, sedangkan bukan rahasia lagi kalau banyak nama orang yang sudah meninggal, balita, non penduduk wilayah tersebut atau bahkan tak ada sama sekali (fiktif) justru ada di dalam DPS dan DPT.

Tujuan pengadaan DPT sebenarnya untuk persiapan logistik pemilu seperti penyediaan surat suara. Kecurangan yang mungkin muncul dari penggelembungan DPT adalah penyelewengan sisa surat suara serta membengkaknya biaya pemilu. Berdasarkan aturan, sisa surat suara harus dimasukkan ke dalam amplop kosong. Tetapi jika sisa surat karena pemilih fiktif, pihak mana yang akan mengambil keuntungan dari hal ini? Biaya pemilu membengkak karena setiap nama dalam DPT, Negara mengucurkan dana sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Kita sama-sama bisa menghitung berapa kerugian negara akibat kelalaian data DPT dan kemana larinya uang tersebut?    

Meski DPS dan DPT di Thailand sudah demikian rapi dan terorganisir, banyak pemilih yang mengeluh karena nama mereka terdaftar di daftar pemilih advance voting bukan pemilu tanggal 3 Juli. Padahal mereka mendaftar advance voting pada saat referendum 2007, karena berada di wilayah lain atau hendak ke wilayah lain pada saat itu. Mereka menyangka bahwa pendaftaran tersebut hanya berlaku tahun itu saja. Jika provinsi beda dan masih terjangkau, mereka mengusahakan pergi ke provinsi tersebut. Tetapi banyak yang tidak pergi memilih karena provinsinya terlalu jauh, bahkan ada yang masih terdaftar di luar negeri. 

Banyak pemilih ingin mengubah dan memindahkan nama mereka, setelah melihat DPS, tetapi kebanyakan tidak tahu caranya. Sebenarnya, sudah ada brosur ECT yang menjelaskan hal tersebut. Tetapi kebanyakan orang tidak atau segan membaca brosur-brosur terkait pemilu. Dan baru menyadari kesalahan ini setelah dateline lewat atau undangan datang, sehingga terlambat untuk mengubahnya.

Catatan :
- Artikel ini dimuat di The Global Review.
- Jika ingin bekerja di rumah, silahkan klik di sini.

Sistem Constituency dan Party List

Pemilu parlemen Thailand tahun 2011 ini memperebutkan 500 kursi yang terdiri dari 375 kursi untuk constituency list dan 125 kursi untuk party list.

Jumlah kursi untuk constituency list sama dengan jumlah konstituensi atau daerah pemilihan yang ada yaitu 375 dapil. Setiap satu konstituensi hanya akan diwakili oleh satu anggota parlemen. Dan satu partai hanya bisa mendaftarkan 1 kandidat di setiap konstituensi. Untuk party list, 1 partai mendaftarkan maksimal 125 kandidat. Hal ini kemudian akan mempengaruhi kampanye. Kandidat constituency list hanya berkampanye di wilayah lokal atau di konstituensinya saja. Sedangkan kandidat party list bebas melakukan kampanye di mana saja.
Meski demikian, kekuatan finansial partai dan berapa banyak kekuatan anggota di daerah tertentu menentukan penyebaran kandidat oleh partai terutama kandidat konstituensi. Seorang kandidat dari party list yang saya interview mengaku hanya berkampanye di beberapa provinsi karena dia memiliki basis pemilih di provinsi tersebut. Namun, partai tersebut tidak menurunkan satupun kandidat konstituensi di provinsi tersebut, karena sudah tahu tidak akan menang melawan kandidat-kandidat partai Demokrat di provinsi tersebut. Di sisi lain, ada calon yang finansialnya kuat sehingga mampu berkampanye di seluruh provinsi di Thailand selatan.


Dua kandidat dari partai Phue Fa Din, Provinsi Trang, Thailand Selatan, 19 Juni 2011

Di lapangan, tidak semua partai berada di semua provinsi. Tahun 2011 ini ada 40 partai yang maju ke pemilu. Tetapi di Songkhla, hanya 8 partai yang bertanding, di Phatthalung 6 partai, di Satun 8 partai dan Trang 7 partai. Dan, tidak semua partai menurunkan kandidat di setiap konstituensi sebuah provinsi. Ini berbeda dengan Indonesia, yang mempersyaratkan bahwa sebuah partai harus memiliki cabang minimal di 22 provinsi.

Batasan sebuah konstituensi didasarkan jumlah populasi di sebuah provinsi dan dibagi 125,000 orang. Konsekuensinya adalah terjadi  perubahan jumlah daerah pemilihan di beberapa provinsi, terutama provinsi-provinsi yang saya pantau. Songkhla berubah dari 3 konstituensi di tahun 2007 menjadi 8 konstituensi di tahun 2011. Phatthalung dari 1 menjadi 3, Satun dari 1 menjadi 2 dan Trang dari 2 menjadi 4.
Pola party list di Thailand serupa dengan sistem pemilu legislatif di Indonesia sampai tahun 2004. Saat itu, semakin kecil nomor kandidat, semakin besar kemungkinan kandidat tersebut menjadi anggota parlemen/DPR sehingga disebut dengan istilah ‘calon jadi’. Yingluck Shinawatra dan Abhisit Vejjajiva merupakan kandidat nomor satu di partai masing-masing. Sehingga mereka adalah nomor jadi.  

Setelah lima ratus anggota parlemen terpilih, maka para anggota parlemen tersebut memilih perdana menteri Thailand yang baru. Cara ini ini mirip dengan Indonesia hingga tahun 2004. Para anggota DPR dan MPR Indonesia duduk bersama dan memilih presiden. Sejak tahun 2004, presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Artikel ini dimuat di : http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=5813&type=2

Catatan penulis :
Thailand menggunakan sistem pemilu FPTP atau First Past The Post, sedangkan Indonesia menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka. 
Note : Jika ingin bekerja di rumah, silahkan klik di sini.

Studi Komparasi Pemilu Parlemen Thailand (Pengantar)


Pemilu parlemen Thailand yang dilaksanakan tanggal 3 Juli 2011 lalu dimenangkan oleh Phue Thai Party. Tidak seperti perkiraan orang, situasi pasca pemilu ternyata berlangsung aman tanpa masalah yang berarti, kecuali di provinsi Deep South (Yala, Narathiwat dan Pattani).

Sebagai lembaga yang bergerak di pemantauan pemilu di Indonesia, KIPP Indonesia (Komite Independen Pemantau Pemilu) juga berpartisipasi dalam misi pemantauan ini baik sebagai LTO (Long Term Observer) dengan durasi kerja 40 hari dan STO (Short Term Observer) dengan durasi pemantauan 12 hari. Misi pemantauan berada dalam koordinasi ANFREL (Asia Network for Free Election) dengan menempatkan 48 pemantau internasional dan beberapa ahli pemilu dari berbagai negara di Asia dan beberapa negara non Asia.


Saya memonitor kampanye kandidat dari Phue Thai Party, 11 Juni 2011 

Banyak hal menarik dari misi pemantauan ini yang bisa dijadikan bahan perbandingan antara pelaksanaan pemilu di Thailand dan Indonesia. Artikel ini tidak selalu merefleksikan situasi Thailand keseluruhan, karena terbatasnya waktu dan lokasi pemantauan. Saya menjadi LTO dalam misi pemantauan ini dengan lokasi pemantauan 4 provinsi di selatan Thailand yaitu Songkhla, Phatthalung, Satun dan Trang.

Hal-hal tersebut akan dijelaskan dalam postingan berikutnya.



Note: Jika ingin bekerja di rumah, silahkan klik di sini.



Jumat, 27 April 2012

Sistem Perwakilan Proporsional

Saya akan mencoba membahas Sistem Perwakilan Proporsional terlebih dahulu, meskipun urut-urutan dalam sistem pemilu biasanya adalah sistem   Pluralitas – Mayoritarian. Ini karena sebagian besar negara-negara di dunia menggunakan sistem perwakilan proporsional, termasuk Indonesia. Indonesia menganut sistem perwakilan proporsional sejak pertama kali mengadakan pemilu yaitu di tahun 1955 hingga hari ini.
Sistem Perwakilan Proporsional merupakan sistem pemilu yang bertujuan untuk menghasilkan parlemen yang representatif dan proporsional. Proporsional artinya sesuai dengan proporsi yaitu jika sebuah partai mendapatkan suara nasional sebanyak 35%, maka partai tersebut akan mendapatkan 35% kursi di parlemen. Jika partai tersebut mendapatkan suara 10%, maka partai tersebut akan mendapatkan kursi parlemen sebanyak 10%.
Representatif karena Indonesia adalah negara multi etnik terdiri dari ratusan suku dengan beragam bahasa. Sistem ini memungkinkan para wakil suku bangsa bahkan minoritas terwakili melalui sistem pembuatan sebuah daftar kandidat yang diajukan oleh setiap partai. Daftar kandidat tersebut meliputi berbagai kepentingan pemilih atau masyarakat, sehingga memberikan ruang politik bagi partai untuk membuat daftar yang multi rasial dan multi etnik.
Keluarga sistem perwakilan proporsional terbagi dalam dua sistem pemilu. Sistem perwakilan proporsional dengan daftar (daftar terbuka dan daftar tertutup) dan sistem preferensial. Pemilu Indonesia menganut sistem proporsional daftar terbuka pada 2009, sebelumnya sistem proporsional daftar tertutup. Sri Lanka menganut sistem preferensial baik pada pemilu presiden Januari 2010 maupun pemilu parlemen April 2010.
Dalam memberikan contoh di Indonesia, saya masih mengacu pada UU no. 10/2008, karena ketika artikel ini ditulis, Revisi UU terbaru belum dicatat dalam Lembaran Negara meski telah disahkan tanggal 12 April 2012.  
Daerah Pemilihan
Untuk mendapatkan wakil-wakil yang akan duduk di parlemen, sistem perwakilan proporsional membuat daerah pemilihan (dapil) berwakil banyak. Dapil berwakil banyak artinya dari dapil tersebut akan diperoleh sejumlah kandidat yang akan duduk di parlemen. Dapil berwakil tunggal berarti hanya akan ada satu wakil terpilih mewakili daerah pemilihan tersebut di parlemen.
Semakin banyak kandidat yang dipilih dalam suatu dapil, maka semakin proporsional sistem pemilu tersebut. Tahun 2009, Indonesia memiliki 77 daerah pemilihan. Masing-masing dapil berwakil banyak yaitu jumlah kandidat 3–10 untuk DPR (pasal 22 ayat 2), dan 3-12 untuk DPRD (pasal 25 ayat 2).
Konsekuensinya, dalam sistem perwakilan proporsional tidak mungkin bahkan jarang satu kursi didapatkan dalam satu kali penghitungan. Perolehan kursi dihitung berkali-kali. Dalam kasus Indonesia, pengkonversian suara menjadi kursi diatur dalam UU 10/2008 pertama-tama suara partai harus memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen yaitu 2,5%. dalam Revisi UU yang baru disebutkan 3,5%. Pasal-pasal mengenai pengkonversian suara selanjutnya diatur dalam Bab XII mengenai Penetapan Hasil Pemilu dan Bab XIII mengenai Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih. Mengenai hal ini akan saya jelaskan dalam artikel tersendiri.
Keadilan bagi Partai Kecil
Sistem perwakilan proporsional menjamin proporsionalitas atau keadilan jumlah suara dengan kursi yang didapat. Karena sistem pemilu ini memfasilitasi partai kecil untuk masuk dan memiliki akses ke parlemen sehingga terwakili, meskipun persentase suara yang diperoleh kecil selama masih ada kursi. Kecuali kalau parliamentary thresholds terlalu tinggi atau dapil terlalu kecil.
Padahal ada partai besar yang mendominasi kepemimpinan di provinsi atau distrik tertentu. Dalam sistem pemilu yang lain, partai kecil tidak mungkin mendapat kursi apalagi memimpin situasi, jika satu partai memegang seluruh kursi di provinsi atau distrik tertentu. Hal ini penting, khususnya bagi minoritas dalam sebuah provinsi yang tidak memiliki kekuatan regional yang signifikan bahkan bisa menjadi kekuatan alternatif.
Mengurangi suara terbuang atau hangus.
Sistem perwakilan proporsional dapat memberikan pilihan kepada pemilih, apakah memilih partai politik, kandidat atau keduanya. Jika parliamentary thresholds atau batas ambang parlemen rendah, maka semua suara akan diperhitungkan dalam memilih kandidat sesuai pilihan para pemilih.
Hal ini meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu, bahwa kedatangan mereka ke TPS dan memberikan suara saat pemilu tidak sia-sia, dan suara mereka diperhitungkan. Masyarakat juga lebih percaya diri bahwa suara mereka akan membuat perbedaan, meskipun kecil.

Mendorong kontinuitas pemerintahan yang lebih besar dan stabilitas politik. 
Dalam masyarakat yang beragam, sistem perwakilan proporsional melibatkan partisipasi masyarakat sehingga akan memberikan keuntungan dalam pengambilan keputusan di negara-negara demokrasi, kalau tidak akan menjadi masalah stabilitas yang krusial.
Pengalaman negara-negara Eropa Barat menunjukkan bahwa sistem perwakilan proporsional lebih baik dibanding sistem pemilu yang lain. Hal ini dapat dilihat dari lamanya usia pemerintahan, partisipasi pemilih dan prestasi di bidang ekonomi. Pembagian kekuasaan antara partai dan kelompok-kelompok kepentingan semakin jelas.
Wakil Perempuan
Sistem perwakilan proporsional memungkinkan kandidat perempuan terpilih lebih besar dibandingkan sistem pluralitas-mayoritarian. Dengan menggunakan daftar kandidat, partai dapat mempromosikan wanita politisi. Pemilih juga dapat memilih kandidat wanita, meskipun pilihannya juga lebih kepada pertimbangan politik daripada masalah gender.
Dalam dapil berwakil tunggal seperti yang terdapat dalam sistem pluralitas – mayoritarian, kebanyakan partai memilih kandidat ‘yang paling diterima secara luas’ dan jarang kandidat tersebut adalah wanita.
Di seluruh dunia, sistem perwakilan proporsional menunjukkan bahwa sistem pemilu ini lebih ramah kepada kandidat wanita daripada sistem FPTP. Karena lebih banyak kandidat wanita yang terpilih dalam sistem ini dibanding sistem pemilu FPTP.
Di tahun 2004, jumlah politisi wanita di parlemen yang terpilih karena sistem perwakilan proporsional 4,3 % lebih tinggi daripada rata-rata semua sistem pemilu parlemen yang hanya 15,2%. Politisi wanita yang terpilih dalam negara yang menggunakan sistem FPTP justru 4,1% lebih rendah dari rata-rata jumlah politisi wanita.

Diolah dari berbagai sumber, antara lain  :
1. Buku Electoral System Design: The New International IDEA Handbook, 2008
2. UU no. 10/2008

Penulis adalah anggota Divisi Hubungan Luar Negeri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia dan pemantau pemilu internasional di berbagai negara di Asia sejak 2009.