Rabu, 29 April 2015

Menjarah berjamaah: Alam bawah sadar kita?


Baltimore, Amerika Serikat, mengalami kerusuhan karena seorang pemuda berkulit hitam meninggal ketika ditahan polisi. Reaksi masyarakat di sana adalah marah, menganggap diskriminasi polisi dalam menghadapi kulit hitam. Kemarahan tersebut tidak hanya dituangkan dalam bentuk protes saja, tetapi juga menjalar menjadi kerusuhan dengan perusakan sejumlah toko dan penjarahan. 
Yang menarik, adalah seorang ibu mengenali dan menangkap basah bahwa anaknya ikut terlibat dalam penjarahan tersebut, meskipun sang anak menggunakan masker hitam dan jaket hitam. Dia marah luar biasa, memanggil anaknya dan memukuli anaknya karena ikut-ikutan menjarah. 
Jujur saja, saya salut dengan ibu ini. Situasi boleh panas, situasi boleh rusuh, tapi tetap saja mencuri atau menjarah adalah hal yang tidak boleh. 


Saya jadi ingat kerusuhan Mei 1998 yang lalu. Banyak tetangga yang ikut menjarah toko-toko di sepanjang jalan Arjuna (samping jalan tol Kebon Jeruk). Orang tuanya mendukung, malah ikutan menjarah. Ada yang sampai minjam mobil segala untuk mengangkut barang jarahan. Ibu-ibu sebagai benteng pertahanan moral terakhir juga ikutan, "kan kita menjarahnya rame-rame, jadi dosanya rame-rame. Nanti kita dipenjara juga rame-rame." 

Masya Allah..... jadi konsep "korupsi berjamaah, menjarah berjamaah" memang sudah ada di alam bawah sadar orang Jakarta, jangan-jangan orang Indonesia. Maaf, kalau menggeneralisasi, tapi saat itu terjadi hal yang sama di seluruh Jakarta.
 
Setelah berhasil menjarah, sebagian dari mereka berusaha membujuk keluarga kami yang punya toko kecil untuk membeli barang-barang jarahan tersebut dengan harga yang murah banget, jauh dari harga pasar. Ya iyalah, bahkan mereka sebenarnya tidak tahu ada barang semacam itu. Tidak pernah ke supermarket atau ke toko-toko yang dijarah itu sebelumnya. 

Saya dengan tegas melarang keluarga saya membeli barang jarahan apapun dari mereka. Tante saya berargumen, "Kan kita beli, bukan menjarah" Tidak, karena kita tahu asal barang-barang tersebut. Barang yang diperoleh dengan cara haram, jatuhnya akan haram. Selama kita menggunakan barang tersebut, menjual barang tersebut, maka keharaman akan menyertai hidup kita selamanya. Gak bakalan berkah hidup kita. Alhamdulillah, kita tidak beli apapun dari para penjarah yang merupakan tetangga sendiri.