Minggu, 28 Desember 2014

Selamat datang tahun 2015

Steve Jobs mendirikan Apple, dan kemudian dipecat dari perusahaan yang didirikannya itu. Aneh? Ternyata tidak. Karena saya juga dipecat dari organisasi yang saya dirikan bersama sejumlah teman, he he he. Dipecat dengan alasan yang konyol, kata mereka gara-gara saya, organisasi tersebut tidak jalan. What???? Yang bikin apa-apanya dan semuanya saya kok, mulai dari mencari contoh akte notaris, mengetik akte tersebut, mencari notaris sampai akhirnya akte tersebut selesai, juga sejumlah program kerja, kok dibilang gara-gara saya, organisasi tidak jalan.

Alhamdulillah, satu pencapaian di tahun 2014. Mulai mencicil mobil Daihatsu Ayla. 

Tapi, ya sudahlah, namanya juga alasan, apa saja bisa dibuat dan dibenarkan. Silahkan saja kalian ambil organisasi tersebut yang sudah rapi, tinggal terima donor, toh otak dan spiritnya organisasi ada sama saya. 
Di sisi lain, saya sedang membuat organisasi baru dengan akte notaris baru dan mulai tengah tahun 2015, organisasi tersebut insya allah beredar. Lagipula, saya tahu siapa dan kenapa di balik pemecatan itu. Orang tersebut sakit hati karena saya ke lain hati (dibaca: bekerja sama dengan organisasi lain tanpa seizin dia). Iiihhh, sampe segitunya, bung.
Sebenarnya saya tidak dipecat, hanya diminta "mengundurkan diri". Redaksinya berbeda, tapi intinya sama, keluar dari organisasi tersebut. Mau protes sebenarnya bisa saja. Toh, saya kan pendiri organisasi tersebut, tidak bisa dong seenaknya mengyuruh orang keluar. Tapi tak usahlah. Kerja-kerja kita yang akan menentukan kualitas diri kita seperti yang ditunjukkan oleh Steve Jobs. Saya belajar dari orang besar yang sukses. Kalau ribut internal melulu, energinya akan habis untuk hal-hal remeh seperti ini. Organisasi dan perusahaan bisa dibikin, itu kan hanya cangkangnya saja. Tapi kualitas dan spirit kerjanya yang harus dipertahankan, di lembaga manapun. 

Alhamdulillah, cicilan rumah tipe 21/60 di Cisoka lunas di tahun 2014 ini.
Nikmat mana yang akan kau dustai?
Percayalah Gusti Allah ora turu, Tuhan tidak tidur. Ketika mereka bangga bisa ke negara X, saya diundang untuk ke negara Y, negara yang di luar jangkauan mereka. Meski saya tidak bisa ke negara Y tersebut, karena terbentur izin kuliah, saya cukup senang mendengar tawaran tersebut. Seorang teman juga mengatakan, "Biarkanlah, artinya mereka tidak satu frekwensi dengan kamu." 
Tahun 2014, memang tahun turbulensi buat saya. Banyak cita-cita dan keinginan materi tercapai, tapi saya banyak juga kehilangan teman baik hanya gara-gara ego orang itu. Tahun 2015 ini kata sejumlah orang "pintar" adalah tahun pengharapan. Dan saya selalu punya banyak pengharapan di tahun-tahun mendatang. Bersyukur atas apa yang telah diperoleh, baik keberhasilan, pencapaian, target ataupun kegagalan. Tuhan menguji hamba-Nya sesuai kemampuannya.  Aamiin.

Sabtu, 27 Desember 2014

Kleider machen Leute

Kleider machen Leute

Ini adalah peribahasa Jerman yang artinya pakaian menunjukkan seseorang, baik kualitas dirinya, pekerjaan, status sosial dan sebagainya.

Tanggal 25 Desember kemarin, alumni sebuah organisasi yg saya ikuti tahun 90-an kumpul dan semalam sebelumnya seorang senior mengingatkan saya dan yuniornya yang lain yang masih wara wiri di forum diskusi untuk berpakaian yang patut untuk menghormati si pengundang. Gak mesti mahal, yang penting patut dan sesuai dengan acara.
Saya pun menjawab dengan menunjukkan sejumlah foto saya di beberapa kegiatan kepada senior-senior di grup WA kami, pamer ya, he he he, iya, untuk menunjukkan bahwa saya paham dresscode.
Bertemu dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pembukaan Forum KPU se-ASEAN, Oktober 2012.
Saya mewakili KIPP Indonesia, LSM kepemiluan Indonesia. 
Ketika bertemu presiden SBY pada Oktober 2012 di Istana Negara dalam Forum KPU se-ASEAN, saya pakai suit (jas) lengkap. Dalam acara formal lain cukup pakai blus batik. Saya kan mewakili pimpinan organisasi saya di acara tersebut. Ada juga sih yang kelihatannya saltum (salah kostum), misalnya saya pakai Tshirt dan tamu-tamu lain pakai blus yang cowok pakai batik. Tetapi itu karena sebelumnya ada kegiatan yang berbeda. Untuk mengakalinya, saya biasanya selalu membawa selendang atau pashmina, agar street wearnya gak terlalu ketara banget. Kuliah, pakai Tshirt saja plus selendang atau pashmina. Maklum S-2, jangan terlalu santai banget. Saya gak pakai jeans lagi, bukan karena gak suka, tapi udah gak muat, he he he.
Saya dengan seorang teman Pakistan di Lahore, Pakistan, Mei 2013. Bersiap-siap menghadiri pesta di Konsulat Amerika. Saya menggunakan Shilwar Khamiz, pakaian khas Pakistan, tenunan di bagian dada merupakan tenunan khas suku Sindh, salah satu suku besar di Pakistan. 
  
Saya tentu saja paham, kenapa senior ini menyebut nama saya untuk mengingatkan mengenai tata krama berbusana. Pertama, karena dia merasa dekat dengan saya, jadi kemungkinan saya tersinggung lebih sedikit. Kedua, dia tahu kalau saya pasti paham siapa yang sebenarnya dia mau colek. Kalau kata Anas Urbaningrum, nabok nyilih tangan.... he he he.... Mau ngomelin orangnya langsung gak enak, jadi menyindir orang lain. 

Kalau mau ke mesjid, biasanya akan ada tulisan "Berpakaianlah sesuai dengan lingkungan masjid". Tentu tidak enak dilihat, ke mesjid tapi pakai celana pendek, khususnya perempuan. Saya kira tempat ibadah agama lain juga mewajibkan jemaat pengunjung untuk menggunakan pakaian tertentu dan mengharapkan pengunjung tidak menggunakan pakaian tertentu. 

Saya tanya senior saya ketika bertemu, siapakah yang dimaksud olehnya. Dia menyebutkan sebuah nama dan menjelaskan kenapa orang tersebut tidak maju dalam karirnya, padahal orang tersebut luar biasa cerdasnya: Karena dia cuek bebek dengan penampilannya agar selalu berkesan anak muda. 

Ukuran patut itu apa sih? Untuk orang Indonesia memakai  kemeja atau blus lengan pendek sudah termasuk patut. Sebaiknya lengan atas tidak terlalu terbuka, junkies (terlalu ketat), jika tidak berjilbab, rok sebaiknya minimal setinggi lutut, jangan lebih tinggi lagi, karena akan membuat si pemakai serba salah ketika duduk. Baik pria dan wanita sebaiknya memakai celana kain bukan jeans untuk keperluan kantor dan tidak memakai celana pendek meskipun selutut. Era batik menyebabkan pilihan baju lebih mudah lagi, karena dengan batik bisa masuk ke semua acara. 

Bagaimana dengan orang yang selalu berpakaian minimalis. Mungkin kebiasaannya, ya, tapi setahu saya, orang-orang umum dan pejabat lebih suka berhubungan dengan orang yang berpakaian tidak minimalis. Bahkan orang bule yang kelihatannya selalu berpakaian minimalis di Jakarta atau di Indonesia sebenarnya sangat memperhatikan dress code, lho. Umumnya, kita melihat para bule itu hanya memakai tank top dan celana pendek (perempuan) atau kaos dan celana pendek (laki-laki) karena mereka adalah turis jadi mereka sedang berada dalam suasana yang sangat santai sekali, lagipula Indonesia cukup panas untuk mereka yang temperatur di negaranya hanya 10-20 derajat. Tetapi karena saya sering bekerja dengan bule, mereka punya standar baju untuk bekerja dan bergaul yang kurang lebih sama dengan orang Indonesia. Kalau clubbing, baru mereka pakai baju yang minimalis. 

Ayo tampil keren dan patut, meski tidak harus mahal dan mewah, agar tidak saltum (salah kostum). Selain itu juga, memakai baju yang patut juga berarti kita menghargai diri kita sendiri. Selamat Akhir Pekan dan Akhir Tahun.