Selasa, 29 Desember 2015

Apa yang sudah saya lakukan dan dapatkan di tahun 2015?

Tahun 2015 ternyata tahun yang biasa saja buat saya, tidak terlalu istimewa meski ada beberapa progress.

Akademis
Tahun 2015 diawali dengan kuliah yang super padat. Ngos-ngosan dengan sekian critical review dan makalah untuk setiap mata kuliah yang diambil. Tapi saya menikmati kesibukan tersebut. Semester berikutnya, kuliah saya cuma dua yaitu LPIP dan Reading Course. Berarti ada banyak waktu luang, namun ternyata waktu saya sangat tersita untuk dua mata kuliah ini. Karena kedua mata kuliah ini menuntut banyak baca dan analisis. So, anytime anywhere saya harus membaca dan merangkum sejumlah bahan bacaan. Kuliah RC adalah membaca sejumlah buku terkait dengan calon tesis kita. Saya memilih "Power Interplay kelompok-kelompok kepentingan dalam rekrutmen kandidat distrik pada pemilu parlemen Jerman (Bundestag): Studi Kasus partai CDU di Berlin." 
Sebagian buku-buku yang harus baca untuk Reading Course saya 

Keren kedengarannya, tapi mabok cari referensinya. Harus cari buku tentang kelompok kepentingan Jerman, buku tentang rekrutmen kandidat, dan sistem pemilu Jerman. Studi tentang rekrutmen kandidat merupakan hal baru di Indonesia, karena itu belum banyak atau bahkan belum ada yang menulisnya. Sehingga buku referensi saya untuk Reading Course semuanya berbahasa Inggris. Mantap sekaligus mabok, ha ha ha. Dan meski ini adalah konsekuensi dari pilihan saya ternyata saya stres juga menghadapinya. Sehingga saya jatuh sakit. Saya belum tau nilai LPIP saya karena kemungkinan baru akan diberikan oleh dosen tanggal 4 Januari, bisa juga mundur. Dan RC saya belum juga selesai, karena saya belum mendapatkan point of view atas tulisan saya tersebut. Jadi, libur semester ini akan saya gunakan untuk mengejar ketertinggalan saya beberapa bulan terakhir ini. 
Target saya di bidang akademis di tahun 2016 ini adalah sidang proposal tesis di bulan Februari 2016, sidang tesis di bulan Juli-Agustus 2016 dan wisuda di akhir bulan Agustus 2016. Aamiin YRA. Gak mau lama-lama, karena saya ingin segera lulus dan bekerja di lembaga internasional.   

Bahasa Baru
Untuk tujuan itu juga, saya ambil kursus bahasa Arab selama tiga bulan di awal tahun 2015, lalu menghentikannya dulu karena kepadatan kuliah dan berjanji akan melanjutkannya setelah waktunya luang. Padahal pelajaran  bahasa Arab di tempat kursus tersebut berlangsung selama 12 bulan. Jadi dalam waktu setahun belajar di sana, saya tidak hanya mampu menguasai bahasa Arab tapi juga bisa menjadi pengajar bahasa Arab. Wah, keren banget kan. Sayangnya, saya tidak mampu. Pagi belajar bahasa Arab, siangnya saya harus kuliah dan membuat banyak tugas yang berarti harus banyak membaca buku perpolitikan dan tidak sempat mengulang pelajaran bahasa Arab apalagi mencari sumber pelajaran yang baru. 
Semester berikutnya ternyata saya belajar bahasa Perancis, karena peluang kerja sebagai pemantau pemilu di negara-negara berbahasa Perancis lebih terbuka daripada di negara-negara berbahasa Arab. Seorang teman dari Afrika yang bekerja di UN menawarkan saya pekerjaan memantau pemilu di Burundi, tetapi berhubung saya tidak menguasai bahasa Perancis maka tawaran tersebut melayang. Ya, tidak apa-apa, toh kuliah saya masih padat. Tapi ini menjadi sumber pengharapan buat saya dan memicu saya untuk belajar bahasa baru dan menyelesaikan kuliah saya.  

Kesehatan
I am staying in the hospital due to typhoid. This is is the first time in my life I stayed in the hospital. It took 5 days to cure the virus but I need 3 months to be in my usual health and strength.

Berdasarkan diagnosa dokter, saya terkena tipus dan radang akibat dehidrasi. Ini pertama kali saya dirawat di rumah sakit karena sakit. Tahun 1993, saya pernah dirawat di rumah sakit karena kecelakaan ditabrak mobil di depan kampus IKIP. 

Dikunjungi beberapa teman ketika di rumah sakit. 
Saya pilihnya RS Sari Asih Cileduk karena dekat dengan keluarga yang tinggalnya di sekitaran Cileduk. Saya sih tidak minta ditunggu, karena toh penyakit saya cuma demam, bukan yang parah sampai harus dibantu ini itu. Tapi paling tidak, kalau saya ada perlu, keluarga saya mudah datang. Sejumlah teman yang berlokasi di Cileduk datang mengunjungi. ALhamdulillah dan terima kasih. 
Dirawatnya cuma 5 hari, tapi pemulihannya sampai pada kondisi semula butuh waktu 3 bulan. Sepulang dari rumah sakit beberapa penyakit muncul yang bikin saya harus bedrest selama itu. Mulai dari sakit maag, anemia, darah rendah yang drop ampun-ampunan dan kemudian nyeri radang sendi di sekujur tubuh. Alhamdulillah, November tengah sudah agak enakan, sehingga saya bisa ke Kuala Lumpur untuk menhadiri pernikahan teman. Meskipun di sana kebanyakan tidur dan istirahatnya, kecuali pas di acara resepsi.  

Keuangan dan Pekerjaan 
Untuk masalah keuangan, saya tidak beruntung di tahun 2015 ini. Saya tidak bekerja selama tiga semester, tetapi memang saya sudah rencanakan. Karena saya ingin menikmati masa kuliah saya dengan hanya belajar dan belajar. Saya sudah lelah dengan bekerja sambil belajar atau belajar tapi selalu kekurangan uang seperti yang selama ini saya alami sejak masa SD hingga kuliah S1. Tapi ternyata ada pengeluaran lain yang tidak saya sangka-sangka yaitu pengeluaran dirawat di rumah sakit dan urusan XXX itu. Sehingga saya cukup ketar ketir dengan posisi keuangan saya saat ini. 
Target saya tahun 2016 ini adalah bekerja di pemantauan pemilu di luar negeri kembali. Mudah-mudahan misi di AF dapat berlangsung, karena saya mendapat kabar bahwa ada teman dari Filipina yang berangkat ke AF mudah-mudahan untuk meng-assess apakah misi jadi dilaksanakan atau tidak. 
Sudah tidak ada pemasukan ternyata investasi reksadana saya jebol semua. Pemerintahan Jokowi memang memble dalam urusan ketatanegaraan termasuk keuangan negara, ditambah lagi keadaan keuangan regional yang juga tidak bagus. Semua portofolio saya hancur, dan dengan uang yang tersisa untuk investasi saya belikan dollar, lumayan untuk mempertahankan keadaan kekuangan, bukan untuk mencari keuntungan. Tapi sekarang cadangan dollar sudah saya tukarkan semua karena berbagai kebutuhan.  
Saya mulai lagi bisnis online mainan pendidikan saya. Alhamdulillah sudah mulai jalan sedikit-sedikit. Dan dari hasilnya yang alon-alon asal kelakon sudah mampu membelikan saya tiket ke Kuala Lumpur tersebut. Jadi, jualan online memang harus saya harus seriusi di tengah-tengah padatnya membaca bacaan Reading Course dan penulisan tesis. 
Organisasi saya yang baru ForDE sudah selesai masalah legalitasnya dan sekarang sedang membuat buku tentang caleg perempuan. Kami juga sedang membuat program kerjasama untuk kunjungan ke DPR dan sejumlah pelatihan pendidikan politik. Semoga bisa berjalan sesuai rencana di tahun 2016 ini.  

Asmara
Alhamdulillah di tahun ini saya menemukan seseorang yang cocok dengan saya. Mudah-mudahan dia juga cocok sama saya. Karena saya orang yang keras dan petarung. Hidup saya sulit sejak kecil sehingga saya harus menjadi kuat dengan kemampuan saya sendiri dibantu jaringan pertemanan serta jaringan kerja yang sudah saya buat selama ini. 



Kemah Prodem, Agustus 2015
Saya bertemu dia di kemah aktivis Prodem di lereng Merapi Jogja Agustus 2015. Lucunya, teman-teman saya adalah teman-teman dia juga yang sudah kami kenal sejak bertahun-tahun. Hanya kami berdua yang baru kenal satu sama lain di saat acara tersebut. Meski demikian, banyak yang harus kami samakan, rencanakan, dan lakukan untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Target tahun depan, tentu saja menikah, kalau kami berjodoh. Mohon doanya, ya.    

Selasa, 01 Desember 2015

Etiket gak boleh macet

Belajar tata krama (bahkan) untuk orang tua. 
Pagi ini sapu-sapu daun mangga tetangga yg masuk rumah (seperti biasa). Seorang anak tetangga mau pergi sekolah naik sepeda dan harus melewati tempat saya berdiri. Si ibu mengatakan, "Jalannya pelan-pelan, kalau nyenggol nanti disabet sama mbak Pipit." 
Saya diam saja dan langsung minggir. Si anakpun lewat ngeloyor tanpa berkata apa-apa. 
Kenapa si ibu tidak mengajarkan ke anaknya untuk belajar bilang permisi ketika ada orang yang menghalangi jalannya? 
Mungkin ini bisa menjawab kenapa makin lama makin banyak generasi muda yang tidak punya tata krama karena tidak diajarkan sejak kecil. Sulit sekali mengatakan 'permisi', 'tolong', 'terima kasih' dll. 
Saya menemukan generasi muda kelas menengah yang menerapkan tata krama seperti itu karena mereka belajar bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Bule bilang ini, bule melakukan itu. Kan keren. Okelah, dari mana pun sumber referensinya, yang penting punya tata krama, ettiquette does matter.
Sekarang jaman internet, tapi etiket gak boleh macet. - Oppie Andaresta

Minggu, 09 Agustus 2015

7 Tips Meningkatkan Konsentrasi saat Menulis

7 Tips Meningkatkan Konsentrasi saat Menulis
Menulis adalah kegiatan yang membutuhkan konsentrasi. Rancangan kalimat yang sudah disusun bisa saja buyar saat ada gangguan dan akhirnya batal ditulis. Mengesalkan, kan? Ada banyak hal yang bisa mengganggu konsentrasi yang kita bangun saat menulis. Faktor tersebut bisa bersumber dari diri sendiri maupun orang lain.
Menjaga dan mengembalikan konsentrasi dalam waktu singkat serta tepat merupakan kemampuan yang harus dikuasai penulis. Sulit berkonsentrasi akan menghambat kemajuan naskah yang kamu kerjakan. Oleh karena itu, untuk menjaga konsentrasimu ada tujuh tip dari Michael Purdy ini yang bisa kamu terapkan.
1. Mengeliminasi gangguan sebelum mulai mengerjakan tulisanmu. Misalnya: email, twitter, HP, TV, dan lain-lain.
2. Selalu proaktif. Jangan menunggu mood datang. Ketika mendapat ide, tulislah. Bawalah catatan ke mana-mana. Jadi, ketika ingin menulis kamu bisa menorehkannya terlebih dahulu di sana.
3. Bangun suasana menulis yang kondusif. Rapikan meja tulismu. Hiasi dindingmu dengan kover buku, penulis, atau kutipan-kutipan favorit yang bisa memotivasimu. Temukan waktu terbaik untuk menulis. Seperti apa tempat atau waktu yang paling menginspirasimu menulis?
4. Buat deadline untuk tulisanmu. Proyek yang ujungnya tidak jelas akan lebih membuatmu lelah. Beri batas waktu pengerjaan naskahmu, tepati, dan selanjutnya kamu bisa pindah ke proyek menulis yang lain.
5. Berolahragalah secara teratur. Meski menulis terlihat sebagai pekerjaan yang tidak memeras keringat, justru di situlah tantangannya. Terlalu lama duduk dan memandang laptop bisa membuat tubuhmu lelah. Melakukan pemanasan sebentar bisa membuatmu duduk lebih nyaman. Berolahraga juga akan menghasilkan tubuh bugar yang bisa bertahan lebih lama ketika menulis.
6. Beri dirimu sendiri hadiah ketika mencapai target tertentu. Adanya hadiah bisa menjadi pemicumu untuk lebih sigap mengerjakan naskah.
7. Berubahlah. Ubah tempatmu menulis. Misalnya jalan-jalan ke sekitar rumah dan menulis di taman. Atau jika kamu biasa mengetik di laptop, cobalah untuk mengetik di buku tulis. Perubahan suasan bisa mengembalikan momen konsentrasimu yang sempat hilang, juga membuka persepsi baru atas cerita yang sedang kamu tulis.
Semoga bermanfaat!
Dari nulisbuku.com 

Kamis, 16 Juli 2015

Renungan di Malam Takbir 16 Juli 2015

Sejak menjelang Maghrib, mata saya berkaca-kaca. "Aduh, ini hari terakhir puasa. Besok lebaran". 

Saya bukan orang yang mendewa-dewakan bulan Ramadhan, meskipun saya tahu bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat penting. Tetapi toh waktu akan terus berjalan, setelah Ramadhan dan Idul Fitri, maka akan tiba waktu pergi berhaji, yang juga penting bagi umat muslim. Demikian juga waktu sebelum bulan Ramadhan. Kalau diperhatikan, semua bulan dalam kalender Hijriah punya keistimewaan. 


Dan saya bukan orang yang mengiyakan dan mengekor orang banyak. Banyak orang yang berkata atau minimal menulis di wall Facebook-nya mengenai penyesalan ketika Ramadhan berakhir. Jujur saja, saya tidak terkesan. Entah mereka menulis dari hati yang paling dalam atau hanya sekedar menunjukkan kesholehan. Kalau sholeh alhamdulillah, kalau sekedar ikut-ikutan atau supaya dibilang sholeh, itu urusan yang di atas. Bukan urusan saya. Urusan dan tugas saya adalah menjalankan kewajiban saya, berpuasa, sholat, memberikan zakat dsb, bukan mengurusi dan memikirkan pendapat orang lain. 

Setelah buka puasa untuk yang terakhir kali, saya pergi ke mesjid untuk menyerahkan zakat fitrah, zakat mal dan infaq shodaqoh. Saya mengeluarkan lembaran-lembaran uang. Dan saya kembali berkaca-kaca, hati saya meredup. Banyak sekali lembaran yang saya berikan kepada petugas zakat. Saya menulis ini bukan riya, bukan pamer, bukan sombong. Tapi saya terkejut sendiri. 

Lima tahun lalu, saya cuma menyerahkan uang untuk zakat fitrah dan infaq yang tak seberapa jumlahnya. Dua tiga tahun kemudian, nilai infaq saya bertambah. Tapi tahun ini, alhamdulillah. Saya teringat kata-kata ini, "Merugilah orang yang amalnya hari ini sama dengan hari kemarin. Celakalah orang yang amalnya hari ini lebih buruk dari hari kemarin." Sewaktu keadaan keuangan saya masih fluktuatif, saya bertekad bahwa tidak boleh begini terus menerus. Setelah berjuang sekian lama, alhamdulillah. Setoran infaq saya meningkat. 

Satu pendorong tekad saya adalah "Jika kamu bersyukur, pasti akan aku tambah (nikmat-Ku) untukmu" QS Ibrohim:7. Ya, saya bersyukur untuk setiap langkah yang saya dapatkan. Jika pun mengalami kemalangan, kegagalan, musibah, saya berusaha bersyukur. Saya mencoba menghindari kata "untung" dan menggantinya dengan kata "alhamdulillah". Meskipun kata "untung" juga bermakna positif. Jadi, daripada saya berkata, "untung saya selamat, untung cuma rugi 25 ribu." Saya berusaha menggantinya dengan, "Alhamdulillah, saya selamat". "Alhamdulillah, saya cuma rugi 25 ribu." 

Saya juga berusaha semakin ikhlas dan menjauhkan dari uang. Uang itu penting. Yang bilang uang itu tidak penting, berarti dia tidak pernah kekurangan uang dalam waktu yang lama. Tapi saya tidak mau terpaku dan terikat dengan uang. Dari dulu saya berprinsip, bekerja dulu, nanti uang akan datang menghampiri. Ya, dan itu terbukti. Saya selama ini bekerja di kepemiluan secara volunteer, dibayar sekedarnya. Karena saya memiliki pekerjaan yang lain yaitu mengajar, saya tidak memusingkan hal itu. Tapi lama kelamaan orang mengenal saya dan mempercayai saya dan membayar saya dengan bayaran yang makin lama makin lumayan. Bahkan lebih besar daripada profesi guru yang selama ini menghidupi saya. Alhamdulillah. 

Dan mata saya kembali berkaca-kaca, hati tersekat ketika membaca doa berzakat. Alhamdulillah, saya bisa naik pangkat di dunia. Mudah-mudahan nilai akhirat saya juga naik pangkat. 

Ramadhan telah berakhir, bulan Syawal tiba dan bulan Zulhijah akan datang. Kapankah kematian akan datang? Bekerja di daerah konflik yang tidak berjarak dengan kematian, membuat saya semakin sadar bahwa hidup hanya sementara, sangat sementara. Semenjak menandatangani "Surat tidak menuntut kalau terjadi kematian atau kecelakaan" dari organisasi yang mengundang saya ke daerah konflik di tahun 2009, saya makin berserah diri. Banyak yang bertanya, "Kamu tidak takut mati?" Tahun 1999, ada wartawan NHK yang bertanya ke saya tentang hal itu, saya masih bergidik. "Saya tidak takut mati, tapi saya belum banyak melakukan apa-apa. Sekarang, "Kalau memang takdirnya harus mati, ya mati. Itu sudah pasti. Dan itu bisa terjadi di manapun." 
Perpustakaan pribadi saya

Garis tipis kematian begitu dekat, ketika hotel kami diserang oleh kelompok militan pada malam Tahun Baru Afghanistan, 20 Februari 2014. Saya dan sejumlah teman meninggalkan tempat itu ke kamar masing-masing 15 menit sebelum kejadian. Meski demikian, seorang teman dari Paraguay, Luiz Maria Duarte, meninggal dalam kejadian itu. Beritanya bisa diklik di sini. Karena kejadian yang begitu cepat, saya hanya terpaku dan tidak menangis ketika mendengar laporan, "Luiz can't make it."

Juli 2014, surat tersebut bertambah lagi dengan "Pemberian hak waris dan penggunaan warisan ketika meninggal". Maka, saya pun harus merancang siapa saja dari keluarga saya yang berhak untuk mengajukan klaim asuransi jika saya meninggal di tempat tugas, dan masing-masing akan saya beri berapa persen.  Bekerja dengan bule, membuat saya berfikir semakin logis dan realistis. Termasuk mempersiapkan kematian, minimal urusan duniawi. 

Ketika berbelanja baju sekarang-sekarang ini saya berfikir, apakah saya perlu baju sebanyak ini? Ketika membeli buku yang merupakan barang favorit saya, saya berfikir, siapa yang akan mewarisi buku-buku saya jika saya meninggal nanti? Buku saya keren-keren, karena banyak yang dibeli di negara saya bertugas. Sayang sekali dan saya gak terima kalau buku saya nanti cuma dikilo-in. Karena itu saya mengambil keputusan, bahwa buku-buku tentang politik akan saya berikan kepada Perpustakaan Ilmu Politik UI, tempat saya kuliah S2. Insya allah akan banyak bermanfaat, karena sebagian buku-buku saya tidak dijual di Indonesia. 

Takbir berkumandang dari pengeras suara mesjid. Persiapan sholat Ied sudah disiapkan, supaya besok tidak telat sholat Ied. Selamat Hari Raya Iedul Fitri, Mohon Maaf Lahir Batin. Semoga puasa kita sebulan di bulan Ramadhan menjadi penghapus dosa-dosa yang telah kita perbuat. Aamiin YRA.

Rabu, 29 April 2015

Menjarah berjamaah: Alam bawah sadar kita?


Baltimore, Amerika Serikat, mengalami kerusuhan karena seorang pemuda berkulit hitam meninggal ketika ditahan polisi. Reaksi masyarakat di sana adalah marah, menganggap diskriminasi polisi dalam menghadapi kulit hitam. Kemarahan tersebut tidak hanya dituangkan dalam bentuk protes saja, tetapi juga menjalar menjadi kerusuhan dengan perusakan sejumlah toko dan penjarahan. 
Yang menarik, adalah seorang ibu mengenali dan menangkap basah bahwa anaknya ikut terlibat dalam penjarahan tersebut, meskipun sang anak menggunakan masker hitam dan jaket hitam. Dia marah luar biasa, memanggil anaknya dan memukuli anaknya karena ikut-ikutan menjarah. 
Jujur saja, saya salut dengan ibu ini. Situasi boleh panas, situasi boleh rusuh, tapi tetap saja mencuri atau menjarah adalah hal yang tidak boleh. 


Saya jadi ingat kerusuhan Mei 1998 yang lalu. Banyak tetangga yang ikut menjarah toko-toko di sepanjang jalan Arjuna (samping jalan tol Kebon Jeruk). Orang tuanya mendukung, malah ikutan menjarah. Ada yang sampai minjam mobil segala untuk mengangkut barang jarahan. Ibu-ibu sebagai benteng pertahanan moral terakhir juga ikutan, "kan kita menjarahnya rame-rame, jadi dosanya rame-rame. Nanti kita dipenjara juga rame-rame." 

Masya Allah..... jadi konsep "korupsi berjamaah, menjarah berjamaah" memang sudah ada di alam bawah sadar orang Jakarta, jangan-jangan orang Indonesia. Maaf, kalau menggeneralisasi, tapi saat itu terjadi hal yang sama di seluruh Jakarta.
 
Setelah berhasil menjarah, sebagian dari mereka berusaha membujuk keluarga kami yang punya toko kecil untuk membeli barang-barang jarahan tersebut dengan harga yang murah banget, jauh dari harga pasar. Ya iyalah, bahkan mereka sebenarnya tidak tahu ada barang semacam itu. Tidak pernah ke supermarket atau ke toko-toko yang dijarah itu sebelumnya. 

Saya dengan tegas melarang keluarga saya membeli barang jarahan apapun dari mereka. Tante saya berargumen, "Kan kita beli, bukan menjarah" Tidak, karena kita tahu asal barang-barang tersebut. Barang yang diperoleh dengan cara haram, jatuhnya akan haram. Selama kita menggunakan barang tersebut, menjual barang tersebut, maka keharaman akan menyertai hidup kita selamanya. Gak bakalan berkah hidup kita. Alhamdulillah, kita tidak beli apapun dari para penjarah yang merupakan tetangga sendiri.

Jumat, 27 Februari 2015

Masjid di Bali

Bali dikenal sebagai provinsi dengan mayoritas Hindu, tetapi ada sejumlah masyarakat Islam di sana sini. Bagi para pengunjung, baik sebagai wisatawan, bisnis, atau kunjungan ke kerabat kadang kesulitan menemukan mesjid. 

Foto milik: Bang Siraj Bustami, sudah dimintakan izin 

Kebetulan ada seorang teman yang ke Bali dan sholat Jum'at di mesjid tersebut. Lokasinya ada di Kuta, wilayah yang cukup ramai dikunjungi oleh turis. Nama masjidnya Masjid Al-Mujahidin, yang terletak di Jl. Raya Kuta Gg. Rai Yasa, Kuta Bali, tel. (0361) 757831.  

Zakat untuk Membangun Peradaban

Islam sejak empat belas abad silam mencanangkan gerakan fenomenal yang bertujuan mengentaskan kemiskinan. Konsep ini dituangkan dalam pilar ketiga dari rukun Islam, yaitu zakat. Allah SWT berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103).
Dan, ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau memberikan beberapa wejangan, termasuk di antaranya zakat yang wajib ditunaikan jika penduduk di sana telah masuk Islam.
Menurut sejarah, kewajiban zakat ini dimulai tahun kedua hijriyah. Secara bahasa, zakat memiliki arti bertambah, berkembang, berkah dan suci. Dengan berzakat, diharapkan harta muzakki (orang yang berzakat) akan bertambah, berkembang, berkah dan suci.
Sedangkan menurut istilah fikih, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat, meliputi: fakir, miskin, badan amil zakat, mualaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil).
Dalam literatur fikih klasik, setidaknya ada lima jenis harta yang wajib untuk dizakati: binatang ternak, emas dan perak (barang berharga termasuk uang), barang dagangan, harta galian dan hasil pertanian. Belakangan, cakupan harta wajib zakat ini mengalami perluasan makna seiring perkembangan dan kompleksitas kegiatan perekonomian.
Maka muncullah istilah zakat profesi, zakat saham dan obligasi, zakat investasi, zakat sarang burung walet dan seterusnya seperti yang bisa kita jumpai dalam literatur-literatur fiqih kontemporer. Pada prinsipnya, berzakat merupakan strategi berbagi dan peduli yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mewujudkan kehidupan sosial yang lebih adil dan merata.
Strategi ini terus dilanjutkan oleh Abu Bakar as-Shiddiq setelah Rasulullah wafat. Abu Bakar bahkan menabuh genderang perang terhadap mereka yang menolak bayar zakat. Kegemilangan peradaban zakat pun mulai dirasakan, khususnya pada masa pemerintahan Umar bin Khattab yang menginisiasi kehadiran baitul mal sebagai lembaga yang mengurusi keuangan umat Islam saat itu.
Bahkan, ketika pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, optimalisasi pengelolaan zakat, infaq dan sedekah betul-betul telah mampu mewujudkan masyarakat tanpa orang miskin. Sebuah kegemilangan yang barangkali telah mengilhami Negara Barat dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Terbukti, pada tahun 1536 M, parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan setiap pegawai pemerintah untuk menyisihkan sebagian pendapatannya demi membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Meski undang-undang ini tidak berjalan sesuai harapan, tetapi ia menjadi embrio kelahiran undang-undang fakir miskin Inggris pada 1601 M. Langkah ini kemudian diikuti oleh New Zealand, Denmark, dan Amerika Serikat. (Yusuf Kamal, 1986). Ada satu paradigma yang ingin diwujudkan dalam praktik zakat, yaitu merubah penerima zakat menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) di kemudian hari.

Jumat, 13 Februari 2015

Saya anti korupsi?


Ada yang menarik dari gerakan Save KPK yaitu membuat semacam meme berupa foto diri dan sebelahnya tertulis "Saya perempuan anti korupsi". Bagus dan perlu, tapi saya tidak mau ikut dalam kampanye tersebut. Dari dulu saya tidak berani bilang, "Saya anti korupsi." Baik sebagai person ataupun sebagai gender perempuan. 



Kenapa? Bikin KTP, saya kasih duit ke orang kelurahan, lapor polisi karena kehilangan dompet, saya kasih duit. Ditilang, saya kasih duit supaya SIM saya gak ditahan. Belum lagi mengurus surat keterangan lainnya di institusi pemerintah. Berarti saya kan juga pelaku. Dan ini dilakukan berjamaah, artinya hampir sebagian besar orang Indonesia, minimal di Jakarta melakukan hal yang sama. 

Ada sejumlah orang yang saya kenal baik dituduh dan terbukti melakukan korupsi berdasarkan UU dan dipenjara. Ada yang memang sengaja mencari CELAH hukum untuk memperkaya diri dan kelompoknya, ada yang dicari-cari CELAnya agar dijadikan koruptor. 

Saya belum tahu banyak dengan kasus Mandra, meski seorang teman yang dari fakultas hukum menjelaskan kepada saya adanya pasal karet dalam UU korupsi. Saya tidak tahu dan tidak mau mengambil kesimpulan apakah Mandra bersalah atau tidak, karena itu bukan bidang saya. Tapi moral story-nya adalah kita harus banyak baca dan sejumlah UU di Indonesia terkait bidang yang kita geluti, karena banyak pasal yang belum jelas atau multi tafsir. 

Yang jelas, ini adalah efek dari memilih anggota DPR dan DPRD yang tidak jelas asal usul dan kapasitas pribadinya. Banyak pemilih, memilih caleg asal-asalan, asal populer, asal dibagi duit, asal dari keluarga yang bapaknya dulunya pejabat dsb, tapi bukan kapasitasnya khususnya dalam memahami problema masyarakat dan menyusun UU untuk mengatasinya.

Anggota parlemen, apakah nasional atau provinsi, dipanggil juga sebagai "lawmaker" dalam bahasa Inggris. Karena mereka adalah pembuat undang-undang. Jadi, salah satu kompetensi mereka dalam rekutmen sebagai caleg oleh partai politik seharusnya adalah kemampuan mereka merumuskan masalah dan solusinya dalam rancangan undang-undang dan memperjuangkannya hingga menjadi undang-undang. 

Yang kita lihat sekarang adalah lebih dari separuh anggota parlemen nasional Indonesia (DPR RI) periode 2014 - 2019 adalah pengusaha. Lalu bagaimana dengan produk yang akan dihasilkannya yaitu undang-undang?

Minggu, 08 Februari 2015

Bahasa yang paling sesuai logika manusia???

aya mendapat broadcast ini di grup WA pengajian beberapa hari yang lalu dan merasa tergelitik untuk memberikan komentar sesuai dengan pengetahuan saya sebagai sarjana bahasa Jerman. Ditambah lagi, saya paling sebel dengan orang yang hakul yakin mengatakan, "hanya satu-satunya....., yang paling".... Menurut saya, berat sekali untuk mengatakan sesuatu dalam bentuk superlatif, karena artinya sudah melakukan penelitian di bidang dan kategori yang sama.
Ini tulisan aslinya: Bahasa Arab adalah bahasa yang PALING sesuai dengan logika manusia. Misalnya kalimat “ana masrurun bimuqobalatik” (saya disenangkan [senang] karena bertemu denganmu). Maka, bahasa Arab menggunakan “masrurun”, dalam bentuk maf’ul (objek penderita) , bukan “saarrun” (fa’il/pelaku). Karena ada sesuatu yang membuatnya senang yaitu bertemu, tidak mungkin ia senang sendiri jika tidak ada yang membuatnya senang. Bandingkan dengan bahasa Indonesia, “saya merasa senang” dan bandingkan pula dengan kalimat “ana qoodimun” (saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku) karena memang ia melakukannya. Ustad Aris Munandar, SS, MA
Pertama, saya harus menulis ulang paragraf tersebut agar saya sendiri paham. Kalimat-kalimat dalam paragraf ini banyak yang tidak efektif dan muter-muter dalam menjelaskan. Ini versi saya:
Bahasa Arab adalah bahasa yang PALING sesuai dengan logika manusia. Misalnya kalimat “ana masrurun bimuqobalatik” (saya disenangkan [senang] karena bertemu denganmu). Kata “masrurun” (gembira) dalam bahasa Arab digunakan dalam bentuk maf’ul (objek penderita) , bukan “saarrun” (fa’il/pelaku). “Bertemu” adalah sesuatu yang membuatnya senang, tidak mungkin seseorang merasa senang sendiri (secara otomatis), jika tidak ada yang membuatnya senang. Bandingkan dengan bahasa Indonesia, “saya merasa senang” dan bandingkan pula dengan kalimat “ana qoodimun” (saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku) karena ia pelakunya.
Kedua, tadinya saya mau membandingkan kalimat “ana masrurun bimuqobalatik” dengan kalimat bahasa Inggris, “I am glad to see you” (saya senang bertemu kamu), tetapi karena dikatakan menggunakan obyek penderita dan bukan pelaku, maka perbandingan dengan bentuk Dativ bahasa Jerman lebih tepat untuk mengkomparasikannya.
Untuk makna yang sama, bahasa Jerman memiliki kata “gefallen” yang artinya “menimbulkan suka bagi/kepada”. Misalnya “saya suka buku itu” adalah “Das Buch gefällt mir” atau “Buku itu menimbulkan rasa suka kepada saya”. Buat saya dan sebagian besar orang Indonesia, kalimat ini tidak praktis, jadi lebih suka diterjemahkan menjadi “saya suka buku itu”. Meskipun bahasa Jerman juga punya kalimat lain untuk hal ini. Atau dengan kata lain, jika kita ingin mengatakan “saya suka buku ini”, kita bisa menggunakan kalimat “Ich mag das Buch” atau “Das Buch gefällt mir”. Kata ‘saya’ dalam kalimat yang pertama menggunakan kata ‘ich’ sebagai subyek atau dalam linguistik versi bahasa Arab disebut “fa’il”. Sedangkan kata ‘saya’ dalam kalimat yang kedua menggunakan kata ‘mir’ yang merupakan obyek penderita” atau dalam linguistik bahasa Arab disebut “maf’ul”.
Ketiga, penulis,Ustad Aris Munandar, SS, MA, meminta pembaca membandingkan antara kalimat “saya merasa senang” dengan kalimat “ana qoodimun” (saya datang) dalam bahasa Indonesia.
Menurut saya, kedua kalimat tersebut tidak bisa dikomparasikan karena memang berbeda. Kalimat “saya merasa senang” adalah kalimat yang menggunakan adjektif atau kata sifat, sedangkan kalimat “saya datang” adalah kalimat dengan menggunakan kata kerja intrasitif, kata kerja yang tidak butuh obyek. Tapi, kalau ingin menunjukkan bahwa kedua kalimat dalam bahasa Indonesia ini memiliki kata ‘saya’ sebagai subyek atau pelaku atau fa’il, bisa. Yang harus dikemukakan oleh penulis adalah bahwa para pembaca atau pembelajar bahasa Arab harus memperhatikan bahwa kata kerja dapat mengubah bentuk subyek. Dan ini ternyata bukanlah dominasi bahasa Arab saja, tetapi juga ada di dalam bahasa lain di dunia, misalnya bahasa Jerman. 

Minggu, 04 Januari 2015

Masuk angin di luar negeri?

Dari kecil saya sering masuk angin, dan sejak itulah saya jadi akrab dengan kerokan. Sebagian orang tidak suka bahkan takut kalau uang logam akan melukai kulitnya atau langsung meringis kesakitan  begitu uang logam menyentuh kulitnya. Tentu saja sakit, karena tubuh kita sedang sakit, kalau kata tukang kerok profesional, artinya langsung kena penyakitnya. Memang, setiap kali selesai dikerok, badan saya jadi enteng, pikiran pun kembali jadi cespleng. 

Kalau di Jakarta sih gampang, banyak yang bisa saya mintai tolong untuk mengerok, tapi bagaimana kalau saya sedang di luar negeri dan masuk angin? Padahal kerja saya menuntut saya untuk mobile selama masa tugas, belum lagi perbedaan cuaca.

Selaim membawa obat penolak masuk angin, saya juga membawa uang logam. Kemudian saya menemukan alat ajaib di sebuah pameran: alat kerok dengan logam bergagang. Saya kira ini adalah temuan kreatif yang cukup membantu saya. Penikmat alat ini bukan hanya saya tapi juga teman-teman pemantau lainnya.

Hari ini, saya tiba-tiba ingin dibekam. Maka cari-cari saya dapatkan tempat terapi bekam dekat rumah saya. Lokasinya di Meruya, dekat universitas Mercu Buana. Tempatnya bersih, tenang, pasangan suami istri yang juga menjadi "tukang" bekamnya ramah. Setelah dibekam, saya menanyakan apakah mereka juga menjual alat kop nya. Mereka bilang, ya. Maka saya belilah, alat ini. Lumayan, untuk persiapan saya kalau diminta bertugas lagi ke luar negeri. 

Nah, ini alatnya. Dua tabung yang menjadi alat kopnya. Yang besar adalah alat pompa agar tabung kop melekat pada tubuh. Untuk membukanya, cukup memutar kenop kuning di atas. Oh ya, cukup dipakai maksimal 10 menit saja.